Mar 21, 2011

Bicara tentang cinta

kamu tukang tambal ban ya / emangnya kenapa ? / karna kamu telah menambal luka hatiku :">



Dicari: masalah. Biar aku mikirin masalah, gak mikirin kamu terus..



Kamu suka matematika ya? Kalo ketemu kamu kurasakan cinta yg rumit bagaikan invers matriks berordo 5x5



Ada yg punya anti virus yg ampuh ga?

Soalnya otak ku udh di penuhin virus cinta dr kamu nih...



Bila kita ingin bicara tentang cinta di usia pubertas memang tak akan pernah habis terbahas, tidak hanya akan menghasilkan luas dari panjang yang dikalikan lebar, tapi mungkin juga volume yang dihasilkan dari panjang dikali lebar dikali tinggi, karena cinta juga ingin diketahui kedalamannya.



Dalam satu kali pertemuan bundar dengan adik-adik saya di SMA, kadang tergelitik dengan arah pembicaraan kami, di awal sudah saya kondisikan dengan materi mengenai taubat, inginnya bahasan ini akan bertahan hingga akhir, tapi ternyata di akhir pertemuan itu kembali bahasan cinta terhadirkan dan memang harus dibahas untuk diluruskan. Begitupun dengan anak-anak di kelas 6, ada saja pernyataan yang saya temukan yang menggelitik otak dan hati saya. Seperti beberapa pernyataan yang saya tuliskan di awal, ada tukang tambal ban, ada anti virus, ada yang mencari masalah, bahkan invers matematikan pun dibawanya (padahal belumlah sampai kelas 6 itu belajar invers), untuk apa? Untuk menjelaskan rayuan gombal ala dia yang sedang haus akan penjelasan cinta.



Sadar,,, bahwa cinta di masa puber begitu nikmat untuk dibicarakan, baiklah mungkin bisa sedikit saya turunkan ilmu saya mengenai pengelolaan cinta (hehehe).



Mari kita berjalan-jalan ke masa Rasulullah dan khalifah umar bin khattab. Seorang umar yang gagah dan berani itu berkata begini pada Rasulullah saw “ya Rasulullah, aku mencintaimu seperti aku mencintai diriku sendiri” namun apa jawaban Rasulullah saat itu? “Tidak wahai Umar, kau harus mencintaiku melebihi apapun didunia ini bahkan melebihi dirimu sendiri” “baik ya Rasulullah, aku akan mencintaimu melebihi cintaku kepada diriku sendiri.” Jawab umar pasti.

Begitu mudah bagi umar mengganti objek cinta yang paling ia cinta, dari dirinya sendiri menjadi Rasullah, mengapa hal itu bisa terjadi? Karena cinta bagi Umar adalah kata kerja, kata kerja adalah sesuatu yang bisa kita rubah dan bisa kita gerakkan. Maka cinta bisa kita gerakkan, sesuai dengan apa yang kita inginkan, sesuai apa yang kita pahami, menurut ilmu yang telah kita pelajari, ilmu tentang bagaimana mengelola cinta agar ia tertempatkan pada posisi yang tepat.



Sebuah pernyataan menarik dalam cerita bersambung karya seorang teman terbaik saya, ia sebutkan “cintaku adalah sumbu asimtot beku.” Penterjemahan menurut saya baiknya memang cinta masa kecil terbentuk bagai sumbu asimtot yang beku. Kau tau apa itu sumbu asimtot? Ia adalah sumbu yang tak pernah menyentuh kurva, ia berdiri saja membatu di wilayah pembagian sumbu x dan y dalam matematika, ia tak pernah bergerak, hanya terpaku menikmati kurva yang meliuk membentuk hitungan-hitungan hasil. Maka seperti halnya sumbu asimtot, cinta masa kecil atau cinta sebelum tersebutnya ijab dan qobul dibiarkan menikmati objek cinta dari jarak jauh saja, tak perlu menyentuh, tak perlu juga bersatu atau bersilangan.



Cinta dalam sebuah teori fisioneurologi adalah hasil dari tertangkapnya feromon (aroma tanpa bau) yang dikeluarkan oleh lawan jenis, yang kemudian menghasilkan dopamin dalam otak. Dopamin bekerja layaknya candu yang membuat pikiran kita melayang dan merasakan nikmat. Bertemu dengan objek cinta semakin membuat dopamin memasuki otak manusia yang jatuh cinta, kenikmatan berdekatan dengan objek cinta (biasanya lawan jenis) membuatnya bagai pemakai candu yang menagih bila tak terdapatkan. Di satu sisi hadirnya dopamin dalam otak bisa memberikan energi baru untuk kita senantiasa bergerak dan bersemangat. Namun di sisi lain tentulah berbeda ceritanya, ketika kondisi yang hadir dalam otak berkuantitas layaknya kebanjiran (baca:kebanyakan), ia akan memperkeruh akal sehat, mengaburkan pikiran, menyulitkan pengambilan keputusan, dan berujung pada terkikisnya iman. Sungguh yang berlebihan tak pernah baik, tak pernah di sukai Allah.



Pun ketika kehilangan objek cinta. Stok dopamin yang berkurang dalam otak akan membuat ketidakseimbangan yang mengagetkan, kenikmatan akan berkurang tiba-tiba berganti dengan rasa sakit luar biasa. Orang yang membiarkan dirinya jatuh cinta dan akhirnya kehilangan objek cintanya akan mencari ke sana kemari, layaknya pecandu yang sakaw, sakaw akibat cinta yang hilang, akibat dopamin yang berkurang.



Maka perlulah kita belajar mencintai seperti Umar bin Khattab yang menjadikan cinta sebagai kata kerja, yang dapat dengan mudah menyetir cintanya, bukan disetir oleh cinta. Toh jodoh tak akan lari kemana. Jangan membiarkan otak tercandui oleh dopamin pembentuk cinta akibat ketertarikan dengan lawan jenis, bila kemampuan untuk bertanggungjawab belum hadir.



inspirasi: jalan cinta para pejuang, female brain, dan status anak kelas 6

Mar 2, 2011

kasih dan sayang. umi, abah, dan aku

Akhir ini pekerjaan menuntut saya bertemu dengan mereka, anak yang tak terbagi kasih sayang orang tua. Bukan bermaksud berprasangka bahwa orang tua mereka tak sayang, hanya saja (saya memilih untuk mengatakan) terkadang pemaknaan kasih sayang ternyata berbeda pada tiap-tiap orang.
Ingatkan ketika dulu saat kecil, apa yang dilakukan ayah atau ibu kita untuk menunjukkan kasih sayang mereka? Ada yang sangat beruntung bisa merasakan kasih sayang berupa peluk, cium, belaian, dan perhatian. Namun, seringkali kasih sayang diartikan dengan pemenuhan bentuk materi bagi anak. Dengan uang, barang, makanan, tetapi bukan kebersamaan. Salahkah?
Ada masanya materi memang diperlukan, misalnya saja untuk sebuah sekolah favorit di bilangan Jabodetabek yang mematok SPP sebesar Rp450.000,00 perbulannya, pendidikan memanglah butuh dana. Bisa kita bayangkan, untuk sebuah pendidikan sekolah dasar yang lengkap dan terpercaya, orang tua harus mampu menyisihkan dana sesebar itu untuk satu orang anaknya, maka realistis memang ketika untuk kebahagian anak orang tua berjuang menjadikan kaki di kepala dan kepala di kaki, tapi sekali lagi bukan selamanya. Tidak mungkin materi bisa menggantikan kasih sayang orang tua, kasih sayang mama dan papa.
Ketika memasuki pekerjaan ini, saya mulai dihadapkan pada anak-anak yang dalam tanda kutip “bermasalah”. Kurangnya sopan santun dan perilaku tidak pantas menjadi laporan utama, atau malah kebingungan atas sikap anak yang cenderung memilih diam dan –sepertinya- sulit untuk mengekspresikan emosinya. Telusur punya telusur, perilaku ini muncul akibat hilangnya sesuatu yang menjadi faktor penentu sehatnya pribadi anak, yaitu kasih sayang dan perhatian orang tua.
Satu kali saya kaget mendengar solusi yang di tawarkan oleh satu dari dua anak yang bertangkar di kantor saya, saya bertanya: “Adam...apa yang bisa kamu berikan agar maafmu diterima Kiko?” Adam menjawab : “besok aku akan kasih kiko uang saku bu...biar kiko gak marah lagi ke Adam...” Bisa kita bayangkan, betapa sebuah pertemanan dinilai dengan uang oleh anak. Saat itu saya begitu kaget, dalam pikir, seperti inikah pemahaman anak? Bahwa teman yang baik dapat dibeli melalui uang sakunya? Respon saya terhadap adam saat itu adalah: “ Adam tahu,,, sebuah persahabatan tidak akan pernah terbeli oleh uang, sahabat memerlukan kasih dan sayang, bukan uang. Hati kiko tidak akan pernah bisa adam beli dengan uang.”
Satu lagi anak yang mendapatkan absen dari kasih sayang orang tuanya. Kali ini yang hilang adalah peran ayah dalam rumah. Sebut saja namanya ahmat . Anak ini pernah menyembunyikan tempat pensil saya karena ingin saya perhatikan, pernah juga menarik-narik tangan saya, meminta doa agar pertandingan sepakbolanya menang, sering sekali meminta saya makan siang bersamanya di kelas, ujungnya adalah kebutuhan ahmat akan perhatian dan kasih sayang. Ahmat adalah anak dengan keluarga broken home, ayahnya tidak lagi tinggal bersama ia, ibu, dan kakaknya. Satu kali saya mengobrol dengannya, ia mengatakan bahwa pendapatan ayahnya ratusan juta rupiah, tapi sekali lagi, wujud ayah sama sekali tak ia miliki dengan sempurna.
Pernahkah kita terpikir betapa anak adalah anugrah dan amanah, sebagai manusia yang dibekali hati dan akal apa iya tidak pernah terbersit untuk menimbang-nimbang: sebegitu praktisnya-kah, bahwa pembekalan uang dan materi, bisa membuat mereka bahagia????
------------------------------------------------------

Satu kali dalam obrolan saya dengan seorang umahat tentang anaknya yang memaknai hadits menghormati ibu 3 kali lebih utama dibanding ayah, membuat si anak lebih mempercayai perkataan ibunya daripada ayahnya sehingga semua pertanyaan sampai pada masalah perkalian di soal PR-nya harus mendapat penegasan dari umi bukan dari abi, atau tentang konsep surga ditapak kaki ibu; pemaknaan anak lebih pada bahwa membersihkan telapak kaki ibu akan sama dengan membersihkan surga, maka ia mencuci kaki uminya setiap malam agar ia bisa masuk syurga.
Sebegitu konkritnya anak memaknai perkataan ibu, pun begitu patuhnya ia dengan apa yang dikatakan ibu, maka tak bisakah kita mengambil kesimpulan bahwa apa yang menjadi perkataan kita akan masuk dalam otak anak dan terinternalisasi dalam perilakunya, walaupun mungkin belum dalam pemaknaan terdalamnya, lalu bagaimana bila perkataan yang keluar adalah cemooh, label negatif, tuduhan, amarah, dan banyak keburukan lainnya, tidakkah menjadi sangat mungkin mereka akan terbentuk menjadi apa yang kita ucapkan???
------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah keluarga dipimpin oleh ayah dengan koordinator lapangan adalah ibu, setiap keputusan berada dalam tangan ayah sehingga tak bisa dengan mudah seorang ayah absen dalam perjalanan kehidupan keluarganya...
------------------------------------------------------------------------------------------
Share pengalaman... semoga bisa diambil manfaat. Pelajaran menjadi orang tua^^
(maaf tulisan ini agak melompat-lompat)