May 27, 2011

Menimbang Ukhuwah

Menimbang Ukhuwah



Beberapa kali aku ingin menulis tentang ukhuwah, tapi berkali gagal mungkin karena sedikit banyak aku sedang menyiakan ukhuwah yang diamanahkan. Seberapa manisnyakah ukhuwah? Aku tuliskan sedikit cerita tentang ukhuwah yang menopang kehidupanku hingga aku bisa berdiri tegak di sebuah kota asing selama empat tahun belakangan.



Aku menemukan mereka ketika menjadi sebatangkara di sebuah kota asing. Mungkin dalam ukhuwah ini, sering kali aku menjadi tokoh antagonis yang membuat mereka tidak nyaman, kadang menjadi sangat keras dan banyak menuntut pada mereka yang aku anggap mampu memberikan sesuatu yang lebih baik dari apa yang mereka berikan. Esensi ini tidak pernah aku buka, biarlah seakan aku yang paling aneh, asal ujungnya adalah kebaikan bagi semua, tak menjadi masalah.



Memuncak ketika typus meyerang tubuhku yang memang sering sakit, aku pahami ukhuwah itu benar manis. Semenjak kuliah dan jauh dari rumah, sedikitnya tiga penyakit kronis ala mahasiswa menempel di tubuhku, seringkali pulang dengan keadaan dekil dan kulit menghitam yang kadang menjadi pertanyaan ibu padaku, “hehe hasil hidup jauh dari perawatan ma...” celetukku. Seketika aku merasakan betapa hebat ukhuwah itu, selalu ada yang mau mengantarku ke dokter, menunggui di rumah sakit, membawakan kasur dan karpet untuk alas tidur bapakku, menjadi pelawak di kamar rawat inap, menjadi supir ojek dadakan untuk bapak yang harus bolak-balik mengurus ASKES dan biaya rumah sakit, sampai jadi agen tiket kereta.



Aku mulai menimbang ukhuwah ini.



Ketika rasa kecewa, sedih, marah mulai memasuki hati yang kosong, aku mencari-cari maafku untuk kesalahan kecil yang mereka lakukan.



Padahal dibanding rasa itu, berapa banyak kebahagiaan yang terhadirkan saat bersama mereka.



Teringat ketika aku mulai mengenal organisasi di tingkat universitas yang ternyata lebih dingin dari apa yang aku bayangkan sebelumnya, hipotermia akan kehangatan organisasi menyerang hati dan otakku. Tahun pertama aku di organisasi itu, saat lokakarya, aku kirim SMS kepada satu persatu teman seperjuangan di fakultas, aku memilih bolak balik ke tempat wudhu untuk menghapus air mata yang jatuh tanpa kompromi dulu dengan otak. Di hari kedua, aku memperjuangkan kebersamaan bersama mereka, ngawul dan berteriak bersama, berpeluh dan tertawa, meninggalkan dua jam lokakarya, hanya untuk bersama mereka. Atau tentang seorang yang menawarkan bantuan agar rasa dingin itu berkurang, terimakasih aku tersanjung sungguh (mungkin orangnya sudah lupa hehe). Atau tentang dua hari bersama seorang yang sakit giginya, yang berbahagia karena kembali menjadi bayi dan menikmati belaian uminya. Atau tentang hari-hari bersama fans berat einstein dan doraemon yang kesal di hari wisudaku karena telponnya tidak aku angkat.



ingat juga dengan sebuah perjanjian bersama mereka, di depan pintu syurga. Kami akan saling menunggu agar bisa masuk bersama-sama karena ukhuwah kami, akan menjadi pembela ketika ibu bendahara kami tertahan akibat utang-piutang yang belum terselesaikan. Indah dan membahagiakan.

--------------------------------------------------------

Di ujung keberadaan ku di kota yang nanti mungkin akan kembali menjadi asing bagiku, saat aku akan kembali ke rumah di kota tempat aku dibesarkan, yang sekarang terasa asing dan terlalu besar. Aku mulai merasa sendiri dan tertinggal. Aku mulai menyalahkan mereka yang tak kunjung menghubungi aku saat mengambil keputusan-keputusan penting, mulai merasa tak nyaman karena ketidaktahuan yang aku rasakan, asing.



Aku mulai berbohong pada diriku sendiri dengan bersikap seperti anak kecil, aku kembali menjadi mudah marah dan egosentris, aku kembali memaksakan diri untuk tidak peduli, padahal aku peduli, hanya saja aku mulai bingung dengan bagaimana cara untuk menyalurkan kepedulian itu.



Menjauh dari mereka adalah sebuah perjuangan ternyata. Menjadi sulit karena dekapan ukhuwah ini sebuah zona nyaman yang berat untuk ditinggalkan. Satu-satu mereka ibarat puzzle yang memiliki bentuk dan tempatnya masing-masing, akan tetap berada di sana dan akan tetap aku pertahankan di sana.

Semuanya, tidak hanya mereka yang tumbuh besar bersama ku di fakultas, tapi juga yang aku temui di luar fakultas.



Aku mencari maafku dan aku harap juga ada maaf untukku.

-----------------------------------------------------------------------

Ukhuwah ini adalah hadiah yang Allah beri, sebuah bentuk kasih sayang yang terkadang tidak aku temukan dalam hari-hariku di rumah. Bukan berarti keluargaku tidak memberikan kasih sayang, hanya saja, rasanya berbeda, manis dan pahitnya berbeda.

-----------------------------------------------------------------------

Aku kembali menimbang ukhuwah ini, sembari membaca buku “dalam dekapan ukhuwah.” Kutemuka sebuah puisi, tepat saat aku mulai membukanya, mungkin Allah sedang membantuku berjuang untuk menjauh dari mereka dengan lapang dada.



Bata demi Bata, Menara Cahaya



Kau mengatakan,

“dalam tiap takdir kesalahanmu padaku,

Aku senantiasa berharap takdir kemaafanku mengiringinya”

Ku Jawab lirih, “Dalam tiap takdir kejatuhanmu,

Semoga takdir pula uluran tanganku.”

Maka kita pun bersenandung,

“Dalam takdir ukhuwah kita,

Semoga terbangun kokoh menara cahaya,

Tempat kita bercengkrama

Kelak di syurga.”

-------------------------------------------------------------- Salim A. Fillah



Untuk semua kenangan indah yang pernah aku dapatkan, berharap Allah selalu melindungi mereka.

Amin allahuma amin.

---------------------------------------------------------------

Di tengah rasa yang tidak terdefinisikan...

di ujung hari-hari bersama mereka...

terima kasih banyak, jazakumullah khoiron katsir.


Belajar bersyukur dengan setiap apa yang Allah beri, seperti apapun itu, pastilah memiliki makna, entah untuk saat ini atau hari esok, entah untuk di dunia ini atau di akhirat nanti.

(selamat menempuh amanah baru, barakallah ^^b)

May 25, 2011

Cerita Cinta Masa Kecil

Akhir-akhir ini saya sering disibukkan dengan proses pembelaan diri dari ejekan anak-anak. Tahu tentang apa??? Heffffttt,,, tentang hubungan lawan jenis, yup mereka berusaha memasang-masangkan saya dengan seseorang, yang sebenarnya lebih muda dari saya usianya. Baiklah, sebenarnya itu tidak begitu menjadi masalah bagi saya karena tidak terjadi proses kimiawi (baca: Chemistry) apapun dalam hati dan otak saya. Hanya saja menjadi sedikit tergelitik ketika tiba-tiba saja salah seorang dari mereka yang sering menggoda saya ini dua kali berkata pada saya: “duh ibu cantik banget sih...”

Ooh apakah iya saya cantik? ahaha, saya yang tahu sejauh mana kualitas penampilan saya merasa, ungkapan ini agak berlebihan, terlebih karena memakai kata “banget”. Dan apa yang saya ketahui kemudian, tak dinyana anak ini “suka” dengan orang yang sedang dipasang-pasangkan dengan saya. Hoho... inilah jawabnnya, mengapa saya dipuji “cantik”. Luluh sudah GR yang menggelayut di hati saya. Sepertinya ia menganggap benar-benar terjadi sesuatu antara saya dan bapak itu... astaghfirullah, saya menjaga hati saya atas kejadian ini.

Cinta masa kecil, saya bisa jamin beberapa tahun mendatang seandainya anak ini datang kembali kepada saya, ia akan tersipu malu bila saya ceritakan moment-moment seperti ini. Sudahlah... kita buktikan nanti 

Ada satu cerita lagi tentang cinta masa kecil, kali ini menyangkut hati saya. Ehm, saya harap bukan ejekan yang akan saya dapat, tapi sebuah pelajaran berharga yang bisa diambil secara objektif untuk kehidupan yang lebih baik.

Satu kali saya temukan bahwa orang yang dulu pernah berada dalam hati saya, saat saya kecil, kini telah (atau sedang) menemukan tambatan hati. Saat melihat fotonya, pada akhirnya saya meraba-raba hati, ingin mencari sadar tentang apa yang terjadi pada hati saya. Saya geser rabaan saya ke sebelah kanan, kiri, depan, belakang, hingga saya bolak balik hati itu, mencari apakah masih akan ada perasaan aneh yang muncul. Ternyata yup! ADA! Tapi... bukanlah sebuah perasaan marah karena sesuatu yang menjadi hak diambil oleh orang lain, melainkan seperti perasaan kalah, kalah karena seorang yang pernah menjadi sesuatu dalam hati saya dulu, kini (mungkin) telah menemukan tambatan hatinya, sedang saya, saya masih berusaha meminta pada Allah untuk dapat menjemput rizki serta mencoba memperbaiki diri agar tak mengecewakan.

Baiklah kita kembali pada bahasan cinta masa kecil. Tujuh atau delapan tahun adalah waktu panjang untuk saya dapat berbenah hati. Dari hati yang benar-benar berbunga menikmati cinta ala masa remaja, menjadi hati yang hitam kelam penuh badai karena harus merasakan sakitnya berpisah (lebay banget ni..), hingga mulai kembali cerah berawan, hingga benar-benar cerah layaknya langit biru saat mulai menemukan makna hidup bertuhan dan komitmen menjadi seorang yang tertarbiyah.

Waktu tujuh atau delapan tahun bukanlah waktu pendek untuk dapat merupah mindset atau konsep pikir tentang bagaimana pasangan ideal. Belajar dari banyak pengalaman mereka yang telah lebih dahulu menyempurnakan separuh dien, belajar bagaimana menjadi layak untuk dipinang dan mendampingi seseorang berpuluh-puluh tahun mendatang.

Cinta masa masa kecil memang memberi banyak pelajaran, bukan hanya untuk diri saya tapi juga untuk orang disekitar saya, untuk bisa menjadi lebih baik, untuk lebih bisa hati-hati menjaga hati. Saya jadi teringat betapa saya dulu pernah memandangi cermin sambil berpikir, melihat mata yang sembab karena terlalu banyak mengeluarkan air mata, meratap karena harus berpisah dengan seorang yang saya “sukai”. Namun sekarang rasanya agak berbeda,,, malah mungkin banyak berbeda, menjalani teknis dari konsep hidup bertuhan dan tertarbiyah membuat saya bisa mengatur hati dan otak saya ketika bertemu dengan:: cinta. Tidak lagi terburu-buru dan memburu untuk berdekatan dan memiliki, atau sekedar menguhubngi dan menjalin percakapan, semua dapat saya atur dengan otak yang terpagar syariat (insyaAllah).

Hem,,, dalam ilmu yang saya tekuni, psikologi, cinta masa remaja masuk dalam jenis cinta romantis. Cinta jenis ini secara teori hanya bertahan 3-5 tahun, yup sesuai dengan keadaan saya selama ini. Makanya, dalam membangun sebuah keluarga yang memiliki jangkan waktu panjang dalam kehidupan bersama yang lebih dibutuhkan adalah cinta karib yang lebih dipenuhi oleh komitmen dan perasaan sayang. Walaupun demikian, cinta romantis juga dibutuhkan untuk memeberikan kesan berbeda dan tidak monoton (dinamis) dalam kehidupan berpasangan, untuk menghadirkan kembali gairah dan semangat menjalani kehidupan.

Maka dengan pemahaman seperti itu, sedikit banyak membuat konsep saya mengenai pasangan hidup bergesar dari orang yang nyaman dilihat secara fisik dan membuat kita merasa tergebu-gebu untuk memiliki, menjadi nyaman secara psikis dan dapat menjadi ayah bagi anak-aak saya nantinya, dalam artian konkrit dia adalah orang yang memiliki satu visi dan misi dengan saya dalam membangun sebuah keluarga.

Fuuuuh,,, bicara sampai mana ini??? Baiklah...

Intinya, saya hanya sedang flash back mengenai perkembangan hati saya menanggapi masalah cinta. Dan saya dapat menarik kesimpulan bahwa,,, cinta masa kecil, sangat mungkin dianugerahkanAllah kepada mita untuk membuat kita dewasa, pembelajaran dengan rasa ‘nano-nano’ yang akan membuat diri kita bijak memandang hidup yang tak bisa dikatakan stabil. Mengapa??? Karena dinamisasi diri dan labilitas iman membuat kita harus berusaha untuk istiqomah berdiri pada jalan menuju kebaikan yang sesuai syariat...
Hehe,,, panjang... baiklah.

Thanks to anak-anak kelas 6 yang memberikan saya insight tentang cinta masa kecil, dan untuk cinta masa kecil saya,,, hahaha... tentu dirimu tahu mana yang terbaik untukmu, semoga Allah ridho dengan apa yang kau putuskan 
Hehe... sebuah hasil pikir selama perjalan pulang. Semoga memberi inspirasi.

May 15, 2011

Sejarah Yahudi

Pada tanggal 15 mei 2011 kemarin sejumlah orang yang mengaku masih berwarga negara indonesia merayakan HUT Israil di kawasan Puncak. "Perayaan sudah dilakukan tadi di sebuah hotel di Puncak. Sebelumnya kita menyanyikan lagu Indonesia Raya, lalu menyanyikan Hatikva dan membaca do'a Halil semacam do'a untuk orang Israel," kata Direktur Eksekutif Indonesia-Israel Public Affair Committe (IIPAC), Benjamin Ketang kepada detikcom melalui telepon. Sebelumnya malah akan dilaksanakan pada tanggal 14 Mei 2011 di Jakarta, tapi karena acara itu tidak mengantongi ijin dari Mabes Polri maka tentu saja batal diselenggarakan. Namun, menurut ketua panitia acara di Jakarta, Unggun Dahana, dia tak tahu menahu masalah terselenggaranya acara serupa di Puncak. Lalu yang jadi pertanyaan saya dengan siapakah Pak Kentang (maaf) Ketang berkolaborasi sehingga acara perayaan HUT tersebut berhasil terlaksana, walaupun pesertanya hanya 28 orang?
Lalu pertanyaan saya selanjutnya, ada gerangan apakah hingga 28 orang WNI ini mau tergerak hati dan fisiknya untuk ikut merayakan sebuah ulang tahun negara yang sebenarnya tak pernah merdeka. Jelas saja tak pernah merdeka, keberadaan mereka pun bukanlah karena proses penjajahan, dan tindakan mereka yang menjajah itulah yang semakin menguatkan untuk tidak menyebut tanggal 15 Mei sebagai hari kemerdekaan. Saya berkhuznuzhon keduapuluhdelapan orang yang mengaku masih WNI belum membaca literatur sejarah secara benar, atau mungkin selama ini sibuk sehingga tak pernah mendengar kekejaman bangsa Yahudi saat menindas umat Muslim di Palestina, atau seperti berita simpang siur yang saya dengar dari teman, mereka adalah korban tak tahu menahu yang diminta mengisi biodata di internet dan kemudian pagi hari ditanggal 15 Mei tersebut harus sudah siap karena akan dijemput dan dibawa ke “suatu” tempat untuk merayakan yang juga “sesuatu” (baca: tidak jalas).
Baiklah, mungkin kita bisa lihat sejarahnya, saya ambil dari buku Yahudi Menggenggam Dunia karya William G. Car seorang mantan anggota dinas rahasia Inggris yang tahu betul seluk beluk gerakan yahudi dan zionisme internasional.
Sejarah tentang bangsa yahudi sampai saat ini masih berada dalam perdebatan panjang, banyak data yang tidak valid untuk bisa mendukung secara jelas asal nenek moyang mereka. Pertama, kaum yahudi membagi diri menjadi dua kelompok yaitu Yahudi semintik dan Yahudi Eskinaz. Dalam logika saya, yang bisa saya terima adalah penjelasan mengenai kelompok Yahudi Semintik. Dalam buku tersebut dituliskan Yahudia Semintik merupakan keturunan Nabi Ibrahim As. Keturunan Nabi Ibrahim adalah Yakub As, ayah Yusuf As yang diberi gelar Israil sehingga keturunannya di sebut sebagai Bani Israil. Pada zamannya, mereka menempati wilayah mesir, hingga Nabi Yusuf menjadi pengusa disana setelah sebelumnya menjadi mentri pertanian Mesir. Kelompok ini berkembang terus hingga zaman Nabi Musa As yang bertarung dengan Fir’aun, dan memaksa mereka keluar dari masir dengan jalan membelah laut merah menuju daerah syam (termasuk palestina didalamnya).
Sampai Nabi Musa As meninggal dunia, bani Israil belum mampu memasuki wilayah palestina, baru pada Masa Daud As-lah mereka berhasil memasuki wilayah palestina melalui gurun Sinai serta berhasil menguasai kota Yerusalem. Oleh Sulaiman Putra Daud kota Yerusalem kemudian di pecah menjadi kota dan desa-desa kecil sebagai tempat bermukim serta dibangunlah kuil sulaiman untuk tempat peribadatan kaum yahudi, kondisi inilah yang kemudian menjadi alasan yang digadang-gadang gerakan zionis internasional untuk kembali menguasai kota Yerusalem dan wilayah negara Palestina.
Pada tahun 576 SM, oleh Raja Nebuchadnessar II, kota Yerusalem di serang dan kuil Sulaiman di hancurkan, serta kaum yahudi di yerusalem digirng paksa memasuki Babilonia. Dibawah tekanan pemerintah Babilonia inilah, para kaum yahudi berusaha melarikan diri ke sluruh penjuru dunia dan para pemukanya menciptakan konsep Bangsa Pilihan tuhan dan bangsa lain diciptakan untuk kepentingan kaum Yahudi, serta pula menciptakan konsep Bumi yang dijanjikan yaitu kota Yerusalem sebagai asal mula gerakan zionisme internasional.
Kemudian pada tahun 160 M, wilayah syam termasuk Palestine dikuasai oleh Rumawi dan rajanya Heroid Agung membebaskan tawanan yahudi serta membetulkan Kuil Sulaiman. Namun, ditengah kebaikan hati Heroid Agung, kaum Yahudi membuat ulah berupa pemberontakan dan kekacauan yang membuat kota Yerusalem hancur, sehingga mereka dilarang untuk memasuki Yerusalem dan berziarah ke kuil Sulaiman, hingga Rumawi dikalahkan kaum Muslim di zaman Kekhalifahan Umat ibn Khattab, dan wilayah syam termasuk palestina di masuki bangsa arab, dengan sejarah seperti ini sacara konsitusi Umat muslim Legal dan memiliki hak penuh atas wilayah palestina, di tambah dengan kiblat pertama yang tetapkan Allah berada di masjdil Aqsa, Palestina, membuat lebih banyak alasan kuat mengapa umat muslim di seluruh dunia wajib membela tanah Palestina dan warganya yang berjuang membela haknya yang hanya dengan batu, yang melawan tank-tank, rudal-rudal, dan senapan-senapan canggih israil.
Tanah (kota Yerusalem) yang telah mereka kacaukan dan porakporandakan sendiri, kini diaku-aku sebagai tanah yang dijanjikan. Ibarat tamu yang datang meminta perlindungan, Yahudi datang ke tanah palestina karena sebenarnya mereka tak punya wilayah teritorial pasti, lalu bergerak sedikit demi sedikit, menggerogot dari dalam, menyusun konspirasi besar penguasaan, penjajahan, dan perbutan lokasi paling strategis di bumi untuk mengendalikan dunia, tentunya untuk mengusai yang lebih besar, huh! Melalui tangan-tangan tak terlihat merekayasa kehancuran bangsa lain, karena dalam ideologi mereka: “bangsa lain diciptakan untuk kepentingan bangsa Yahudi, karena kami adalah bangsa pilihan Tuhan.”
Lalu siapakah yang harus dibela? Siapakah yang menindas dan siapakah yang tertindas? Masih pantaskah manusia yang bernurani membela israil laknatullah? Atau ikut merayakan HUT kemerdekaannya? Merdeka dari siapa?
Semoga bisa memberikan gambaran. Walallahualam bishawab.

May 12, 2011

Sepi Dunianya_ cerita tentang Penyandang Spektrum Autisme

Pertama kali melihatnya, hanya berkesan ada sesutu yang tak biasa padanya. Seorang anak tak banyak bicara bahkan tak banyak suara. Kedua kali bertemu dengannya, aku ikut tertawa bersama mereka yang meminjamkan anak ini sebuah sepeda tanpa rem, ia terjerembab, hasil memaksakan sang sepeda berheti, disore hari sembari menunggu anak-anak pulang. Ternyata aku kejam juga.
Kali itu aku bertemu dengannya di koridor, berisik teman-temannya sambil menutup pintu sebuah ruang kelas, lagi-lagi dia tanpa suara memilih berada dalam kelas saja, mungkin dari pada harus berdebat panjang dengan teriakan yang akan membuat semakin ricuh- aku membatin. Lalu ku buka pintunya dan memberikan tanda padanya untuk keluar, tanpa ada kontak mata, ia berjalan keluar, lagi-lagi tanpa suara, aku pilih hanya melihatnya berjalan menjauh.
Atau saat aku mulai merasa ketidakbiasaan itu semakin perlu untuk ditelaah lebih jauh, saat aku mulai mendaftar dan menulis deretan indikator perilaku sebuah spektrum dan memberikan daftar itu pada wali kelasnya, kini kembali aku melihat ia sibuk berjongkok memandangi standar sepeda yang patah. “kenapa kak?” kini aku mulai buka suara padanya, tapi lagi-lagi tak ada suara, hening saja. “ini bu, sepeda saya patah standarnya sama Naufal” teriak sang pemilik sepeda padaku yang masih memandang beragantian antara Naufal dan sang sepeda yang patah standarnya. Tiba-tiba ia menjauh, menempelkan tangan pada sebuah pegangan besi dan menunduk, kembali aku buka suaraku “kakak menyesal?” Ia mengangguk perlahan. “coba kakak ke sini, minta maaf pada rahmat” kataku padanya, tapi kembali tak kutemukan kontak mata. “kakak Rahmat maafin Naufal kan???, ini bisa dibetulin ko kak, tinggal di bawa ke bengkel paling perlu skrup baru aja” kataku berganti pada si pemilik sepeda, rahmat mengangguk yakin.
“Rahmat maafin aku ya” katanya kaku sambil menulurkan tangan, kemudian mematung.
Aku kaget, dia mematung seakan berhenti bernafas, bahkan seperti waktu berhenti untuknya.
“hey kak, gak apa-apa, ibu gak marah... come on...”
masih mematung, ku sentuh pundaknya
“kak,,, ayo lah mamen, biasa ajah...”
tetap mematung, panik juga.
Tiba-tiba Rahmat berkata “udah, kamu gak usah begitu terus aku gak apa-apa..” baru kemudian dia bergerak, seakan nyawanya kembali setelah berjalan-jalan, dan tentu saja setelah itu, tanpa suara ia pergi meninggalkan ku yang masih takjub. Sepertinya aku belum masuk dalam daftar manusia di dunianya.
Setelah daftar indikator perilaku itu terisi, aku masih tak yakin terhadap apa yang tertera di sana, tapi daftar checklist itu terlalu nyaris sempurna untuk tidak dikatakan YA. Dia penderita spektrum autisme, individu yang terkunci dalam dunianya, yang kurang mampu berinteraksi dengan dunia sosial di luar dirinya. Individu yang akan selalu terlihat sendiri, ketika bahagia ia sendiri, begitu pun ketika sedih, kecewa, sakit, sepi, dan untuk membayangkannya saja sudah membuat ku bergidik, ya Allah ia terpenjara dalam dunianya. Tak pandai berkomunikasi, tak pandai bercerita apa yang ia rasakan, ia inginkan, bahkan mungkin apa yang ia butuhkan. Walaupun kita masih bisa melihat respon emosinya, terlebih untuk emosi-emosi negatif seperti marah, sedih, dan takut. Dan diagnosisi itu semakin tertegakkan dengan pernyataan wali kelasnya bahwa orang tua Naufal telah menyatakan bahwa Naufal adalah penderita Spektrum autisme.
Sedikit kita akan bicara tentang spektrum autisme yang kini banyak dibicarakan media. Suatu kali aku berpikir, apakah autisme memang baru saja ada belakangan ini akibat banyaknya radiasi, pencemaran lingkungan, efek rumah kaca, bahan makanan beracun dan sebagainya? atau memang telah ada sejak dulu, namun baru menemukan istilahnya akhir-akhir ini saja? atau seperti pada umumnya informasi yang berkembang di negara kita tercinta, spektrum ini baru disadari masyakarat kita setelah berkembang lama di negara-nagara maju sana alias telat info???
Dalam referensi psikologi autisme adalah sebuah gangguan yang akan disandang penderita seumur hidupnya. Hidupnya akan bersama-sama dengan defisit bahasa, perilaku motorik yang aneh, perilaku repetitif, dan tentu saja kesendirian yang sangat.

Menyebab autisme belum diketahui secara pasti, tetapi diduga akibat abnormalitas otak. kekurangmampuan seorang penderita autisme untuk melakukan kontal sosial membuat mereka kesulitan untuk memiliki hubungan dekat dengan teman sebaya, guru, saudara (kakak atau adik), bahkan orang tua mereka sendiri.

Menurut Psikolog O.Ivar Lovaas (1979) anak-anak penderita autisme memiliki defisit perseptual sehingga mereka hanya dapat memproses satu stimulus saja pada waktu tertentu, cara berpikirnya fokus dan tidak bisa terpecah pada dua atau lebih masalah sekaligus dalam satu waktu. Pada waktu-waktu tertentu mereka akan terlihat sangat sensitif terhadap rangsangan apapun, dan di waktu lain mereka menjadi sangat tidak sensitif sehingga orang-orang disekitarnya akan bertanya-tanya "apakah mereka tuli?"
kekurangmampuan mereka dalam menerjemahkan kondisi lingkungan sosial menyebabkan penderita autisme gagal atau kurang mampu memahami dan menerapkan aturan-aturan sosial.

Maka ketika suatu kali Naufal terlhat berguling-guling dibawah tangga sekolah kami, hanya sebuah kata: "miris" saat ada yang merespon perilaku Naufal dengan memiringkan jari telunjuknya di depan kening, tanda beliau menuduh Naufal "gila", mungkin itu cara terkasarku untuk menceritakan kejadian tersebut. Naufal memang seringkali tak menengok ketika dipanggil, bukan karena ia tuli, tapi memang otaknya yang meminta ia harus fokus pada satu hal saja serta ketidakmampuannya merespon lingkuan sosial membuat ia terus saja berjalan tanpa mempedulikan orang baru yang memanggil membuat Naufal seperti itu.
Namun satu hal yang seringkali menjadi kemampuan luar bisa seorang penderita autis, para psikolog dan sarjana psikologi biasa menyebutnya sebagai Savant Syndrome yaitu kemampuan luar biasa yang tidak akan di miliki oleh orang normal pada umumnya,misalnya saja kemampuan untuk mengetahui hari disebuah tanggal pada berpuluh-puluh tahun yang akan datang, atau yang terjadi pada Naufal adalah kemampuannya untuk mengingat dan menuliskan sama persis apa yang telah ia baca disebuah buku, bahkan tanpa menggeser titik maupun komanya, seperti proses scanning atau foto kopi, benar-benar persis. tulisannya yang rapi, detail dalam mencatat dan mengerjakan soal, dan benar-benar cerdas dalam menyelesaikan soal matematika, itulah keunggulannya ditengah ketidakmampuannya berinteraksi sosial.

Namun lagi, bukan hanya tujuan untuk mengembangkan kecerdasan intelektual seseorang saja dalam pembelajaran sekolah, tapi sebuah sekolah harus pula memiliki tujuan untuk mengembangkan kecerdasan spiritual dan emosional yang mencakup kontak sosial dengan lingkungan yang akan membantu anak didik bertahan (survive) dalam kehidupannya dunia dan sukses kehidupan akhiratnya. maka keadaan Naufal tetap harus dibantu, paling tidak untuk memperkenalkan norma-norma yang dipegang masyarakat untuk dapat bertahan dalam interaksi masyarakat yang terkadang menyudutkan penderita autisme.

pada akhirnya, sudah cukuplah kita yang berdiri sebagai pendidik berlaku layaknya orang awam yang tak paham perbedaan individu khususnya anak-anak. Hentikanlah tawa-tawa tak berguna yang tercipta akibat kita menemukan perilaku aneh putra-putri didik kita. Hentikan itu semua dan ganti dengan sebuah kepahaman tentang Kemahabesaran Allah yang menciptakan manusia dengan berbagai karakter dan keistimewaan, yang bisa membuat kita belajar untuk lebih mensyukuri hidup. wallahualam bis shawab.