Dec 28, 2011

ini cerita dan teriakan ku

Seorang teman lama menghubungi aku melalui jejaring sosial. Seorang yang dengan jelas saja aku tau, selama 2 tahun namanya selalu mengekor di belakang namaku baik di buku absen SMA hingga absen SMPB pun masih mengekor juga. Dia bercerita panjang tentang keberhasilannya setelah lulus dari SMA. Diakuinya sekarang ia berada di Papua untuk menjalankan tugasnya sebagai polisi, dan sepertinya akan menetap lama juga disana, foto yang terpasang diakunnya berpasangan, sepertinya gadis itu akan menjadi pasangan jangka panjangnya.
Lama tak bersua, tentu saja kami bercerita mengalor dan mengidul. Sampai aku katakan, “lo inget kagak dulu lo suka banget nanya jawaban sama gue, haha. maap yah pas SPMB malah kagak gue kasih jawaban ahahhaha.” Dan jawaban cukup bijak dan membuat aku semakin meyakini Allah selalu memiliki rencana indah “untung lo gak kasih gue ram, kalo lo ngasih dan gue lolos SPMB, gue kagak bakal jadi polisi kayak sekarang” #PLAK! Bener.
Aku dulu, tidak tahu mengapa suka bertindak keminter, alias berasa pinter. Sering banget ngasih jawaban yang udah aku bikin ke teman-teman aku, dan anehnya teman-teman aku juga percaya saja, malah suatu kali pernah mendapat predikat “cewek terpintar”, padahal rangking aku waktu itu adalah 17 atau 18, mungkin tampang aku ini menipu.
Suatu kali di kelas 2 SMP, kalau yang ini, peringkat aku sedang baik, tiga besar lah, seorang teman aku yang duduk tepat di depan meja guru, celingak-celinguk mencari jawaban, dan dia menemukan wajah aku yang cenderung nampak seperti anak pintar ini, dengan kode-kode tertentu ala orang kepepet dia meminta jawaban aku untuk nomer sekian dan sekian, dan saat dia melempar kertas, pengawas berdiri dan BOOM bisa dibayangkanlah apa yang terjadi. Namun, karena aku baik hati tetap saja esok-esoknya aku membantunya dengan memberikan jawaban aku. Aku tidak pernah tahu berapa rangking teman aku itu di kelas, tapi terkahir ini aku melihatnya berseragam PEMDA, ahahaha, mungkin sekarang dia menjadi PNS di kantor walikota.
Prestasi akademik aku memang cenderung tidak stabil. Bisa dihitung dengan umur aku yang sekarang, aku terlalu cepat masuk SD, setahun, bahkan 2 tahun. Kata mama, dulu aku agak sedikit mengacau di TK, ketika teman-teman aku di ajari bernyanyi, aku minta di ajari menulis, ketika mereka belajar menulis, aku lancar membaca. Alhasil guru TK aku berusul agar aku di masukkan ke SD saja, yaaah masuklah aku ke SD. Tapi, dasarnya secara mental aku belum mampu untuk berada di SD, prestasi akademik aku turun drastis, dan tentu saja berkelakuan aneh-aneh.
Tidak mau masuk sekolah, kabur dari sekolah, selalu dapat nilai 0, sampai aku ingat betul kata-kata guru aku yang waktu itu memasukkan nilai tugas aku, beliau bertanya di depan kelas “Nuram, berapa nilainya?” aku yang memilih duduk di pojok kelas menjawab “0 pak” dan feed back nya yang selalu membuat aku tersenyum ketika ingat “nanti telurnya di horeng yah di rumah” wkwkkwkwkwk. Sekarang aku bisa tertawa dengan hal ini, tapi dulu ini bagaikan momok dan membuat aku selalu berpikir, aku bukanlah anak pintar.
aku pernah mendapat predikat rangking 1, pernah juga rangking 18. Pernah di katakan bodoh oleh seorang teman, tapi sering juga mendapat kertas berisi minta jawaban ujian. Hidup aku ini tak stabil. Saingan terberat aku di SD, sekarang ada yang jadi dokter, jadi bidan, jadi peneliti, profesi-profesi yang jelas, sedang aku??? Aku nyasar jadi guru. Bukan aku tak mau bersyukur, tapi memang menimbulkan rasa syukur bagi aku saat ini nampaknya menjadi sangat sulit. Apalagi, hari-hari aku sekarang tak lagi berkutat denganilmu yang aku cintai, psikologi.
Mimpi aku seakan terserak, menguap, tergerus arus kesibukan yang membuat aku tersiksa. Rasanya, aku bukanlah diri aku.
Aku tahu Allah tau yang terbaik, yang terbaik. Semoga perjalanan ini juga memberikan pelajaran untuk hidup aku agar nantinya aku semakin baik. Yang aku tahu, aku harus keluar dari putaran yang membuat aku selalu bergumam, mengeluh, menangis. Aku ingin memberontak, mendobrak, berteriak, aku tidak suka ini.
Allah tau yang terbaik, yang terbaik.
Dengan keanehan aku yang dulu, ketidakstabilan prestasi aku, aku masih bisa merasakan nikmatnya bangku kuliah di PTN, apakah sekarang aku tidak bisa kembali meraih mimpi aku, tak apa walaupun banyak yang harus di korbankan, tak apa asal aku bisa merasakan. Jangan berhenti, jangan.
Ayo kita berjuaaaaaaaaaaaaaaang.....
mereka yang pernah berada tak lebih dari dirimu saja mampu meraih mimpinya dan bersyukur dengan tulus atas kondisinya, maka aku pun bisa.

Dec 15, 2011

mimpi tidurku _belum dianalisis *hehe


dalam mimpi semalam, tiba-tiba saja aku berencana pergi ke suatu tempat dengan seorang senior ku di SMA, karena kami berbeda, maka aku dengan motorku, dan dia dengan motornya.
awalnya aku berjalan lebih dahulu ketimbang dia, hingga saat aku bertemu simpangan aku terhenti dan meminggirkan motorku ke seberang jalan, mengapa ke seberang jalan aku tak tahu...
aku bingung, kenapa kakak itu belum sampai juga, padahal kami berangkat bersama, hingga akhirnya aku melihatnya dari seberang jalan, mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang ingin ku pilih sebelumnya.
karena aku merasa dia adalah seniorku dan masul ku di organisasi yang ku urus sekarang, akhirnya aku memilih mengikutinya. ketika melewati sebuah belokan dia sudah jauh mendahuluiku aku ingin mengejarnya dan aku pikir akan terkejar. namun, ditengah jalan aku bertemu kebun berisi kelinci-kelinci, banyak sekali, imut dan lucu, banyak... sampai aku ingat selama perjalanan itu aku membawa hewan kesayanganku, kelinci bernama mamen. tiba-tiba saja aku ingin menitipkan kelinciku di kebun itu, tapi aku tak yakin, karena banyak kelinci yang mirip mamen, aku takut kehilangan dia.
aku merasa terdesak, sedangkan kakak seniorku itu sudah jalan lebih dahulu.
aku melihat kedepan, di berdiri di ujung jalan, menungguku.
aku masih saja bingung, hingga akhirnya aku terbangun....


mimpinya jelas banget,,, pengen bisa deh menganalisis mimpi ini,,,, pake teori Jung.
banyak simbol, dan terlalu jelas untuk sebuah mimpi tanpa arti... hehehhehe

Dec 14, 2011

edisi GALAU


Beberapa pekan ini saya sering sekali bertemu dengan kata “galau”. Entah dari mana kata ini bermula, tapi sedikit saja saya menuliskan curahan hati di akun facebook saya, maka tak sedikit yang berkata “nuram lagi galau neeeh..” tidak hanya adik-adik yang saya cintai, tapi juga kakak-kakak yang saya kagumi. Ada apakah dengan galau?
Galau di halaman 407 Kamus Besar Bahasa Indonesia edisi IV (2008) berarti kacau (tentang pikiran); “bergalau” berarti (salah satu artinya) kacau tidak keruan (pikiran); dan “kegalauan” berarti sifat (keadaan hal) galau. Jadi seandainya seorang itu merasa galau, maka bisa dikatakan dia sedang mengalami pikiran kusut layaknya benang yang bergumpal, sulit menemukan dimana ujung dan pangkalnya.
Namun, benarkah yang dimaksud orang-orang disana mengenai galau adalah pikiran kusut? Dalam pemaknaan saya, sepertinya galau yang menjadi fenomena itu lebih mendekati makna kegundahan hati ketimbang pikiran kusut. Gundah dan cemas terhadap sesuatu, yah tidak sampai pada anxiety sih, tapi nampaknya perjalanannya menuju definisi stress, semoga tak sampai depresi, hehe...
Sebenarnya bahasa Indonesia menyediakan kata lain yang lebih tepat, “gundah”. Di KBBI, “gundah” berarti sedih, bimbang, gelisah. Dilengkapi menjadi “gundah gulana” berarti keadaan sangat sedih atau sedih dan lesu. Untuk suasana hati yang sering disebut tengah “galau” rasanya lebih pas bila mengatakannya tengah “gundah.” Tapi saya bukan bermaksud mengubah fenomena kata galau menjadi gundah, biarlah, hanya ingin sedikit membahasnya dari sisi psikologis agar nantinya yang sedang mengalami masa-masa galau dapat menstabilkan emosinya yang bergejolak.
Mengapa mereka semua bisa galau?
Bila dalam teori psikoanalisis milik Freud, kita akan megenal kecemasan dan mekanisme pertahanan, kecemasan inilah yang menurut saya mewakili makna “galau” yang fenomenal itu, sedangkan menggalau dengan banyak kata-kata dan curhat colongan di akun jejaring sosial itu adalah manifestasi perilakunya, yang bisa jadi merupakan usaha menstabilkan diri melalui mekanisme pertahanan ego. Apa sajakah itu? Kita bahas nanti, sekarang perhatikanlah terlebih dahulu status-status galau yang sering terpampang di beranda facebook kita (mungkin termasuk juga status saya-hehehehe) kata-katanya akan cocok bila di masukkan dalam macam mekanisme pertahanan ego milik freud.
Misal dengan status ini, saya ambil dari seorang yang tak begitu saya kenal, tapi dua malam ini menghiasi beranda saya dengan kalimat menggalaunya: “mungkn sikap gue akan sedikit berubah,karena lw yg merubahnya.. tapi rasa sayang gue ga akan pernah berubah” (aseeek-red), “Ak rasa sikapmu mulai berubh sama aku.... Qt smkin jauh ajh..” (deketin donk pake lem-red). Dua status ini masuk dalam pembentukan reaksi yaitu menukar suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan melawannya dalam kesadaran, sedangkan status lainnya (masih dari orang yang sama-hehe) “galau mulai menghantuiku” nah yang ini termasuk dalam rasionalisasi yaitu menciptakan alasan yang “masuk akal” untuk menjelaskan disingkirnya ego yang babak belur. Dan lainnya lah, yang merupakan usaha untuk melakukan sirkulasi emosi.
Namun, satu hal yang saya pikir kurang dari kondisi ini adalah bentuk problem solving yang tidak terbahas, sehingga kegalauan itu akan menetap tetap menjadi galau tanpa kemudian terselesaikan. Ketika bertemu masalah, selayaknya individu dewasa memperhatikan kemampuan dan potensinya untuk memecahkan masalah, bukan “melarikan diri” dengan memilih mekanisme pertahanan ego. Walaupun pada dasarnya kondisi ini tak mengapa dipakai, asal tak terlalu lama. Macam penstabilan emosi melalui mekanisme pertahanan ego seperti
1. Represi: sarana pertahanan yang bisa mengusir pikiran serta perasaan yang menyakitkan dan mengancam keluar dari kesadaran,
2. Memungkiri: cara mengacaukan apa yang dipikirkan, dirasakan, atau dilihat seseorang dalam situasi traumatik,
3. Pembentukan reaksi: menukar suatu impuls atau perasaan yang menimbulkan kecemasan dengan melawannya dalam kesadaran,
4. Proyeksi: memantulkan sesuatu yang sebenarnya terdapat dalam diri kita sendiri ke dunia luar,
5. Penggeseran: suatu cara untuk menangani kecemasan dengan menyalurkan perasaan atau impuls dengan jalan menggeser dari objek yang mengancam ke “sasaran yang lebih aman”,
6. Rasionalisasi: menciptakan alasan yang “masuk akal” untuk menjelaskan disingkirnya ego yang hancur,
7. Sublimasi: cara untuk mengalihkan dorongan yang ada kesaluran lain, yang secara sosial umumnya bisa diterima.
8. Regresi: berbalik kembali kepada prilaku yang dulu pernah mereka alami,
9. Introjeksi:mekanisme untuk mengundang serta “menelaah” sistem nilai atau standar orang lain,
10. Konpensasi: menerima sesuatu sebagai akibat dari apa yang di lakukan atau dirasakan
11. Penghapusan: perilaku berusaha melupakan atau meniadakan masalah atau emosi yang tidak diinginkan.
Tetaplah sesuatu yang masih bisa di toleransi, hanya saja berbatas waktu. Secara sehat saya pikir begitu, hehe.
Seringkali secara tidak disadari mekanisme pertahanan di atas akan langsung terpakai, namun setelahnya, setelah kita menyadarinya bentuk-bentuk penstabilan emosi ini telah terjadi dalam diri kita, bukanlah mandeg dan terkurung dalam kesulitan yang terus saja kita lakukan. Lakukanlah pemetaan kekuatan saat ini dan masa depan, hadirkan kembali impian yang diinginkan, bayangkan orang-orang yang membutuhkan cinta dan perhatian diri kita, sepatutnya menjadi penyemangat untuk bangkit dan segera menyelesaikan masalah kita saat ini, serta tak lupa tersenyum memandang dunia dengan yakin dan optimis.
Yah istilah mudahnya, menggalau menurut saya tak pernah menjadi salah jika dilakukan sesekali, tapi tak mungkin ditoleransi bila terjadi berkali-kali dan seringkali bahkan selalu-kali.
Dan terakhir sesuatu yang saya suka dalam pemahaman atas “galau” menurut salah seorang kakak saya, kegalauan hadir agar manusia mengakui kelemahannya. Agar manusia berpasrah atas usahanya. Dan ujungnya adalah menyadari untuk menjadikan Tuhan-lah satu-satunya titik pemberangkatan dan akhir tujuan.
Fa inna ma’al usri yusroo,
Inna ma’al usri yusroo,
Faidza faroghta fanshob,
Wailaa robbika farghob.
GALAU >>> God Always Listening and Always Understanding

EDISI GALAU

aku dan semua kegalauanku
aku bingung harus ku tulis dimana kegalauan ini. twitter? hah, rasanya terlalu pendek karakter disana untuk kutuliskan kegalauanku yang memanjang dan melebar.
facebook? membuat diri semakin malu saja, terlalu banyak orang disana.

aku hanya ingin menulis, mengapa aku masih terseok-seok disini. kenapa juga harus merasakan seperti ini,,, bodoh-bodoh-bodoh

aneh, ketika aku temukan satu per satu wajah mereka, yang terbayang hanyalah masa2 malu yang harus ku jalani jika aku memutuskan itu.
atau ku lihat wajah itu, yang naik dan teringat adalah rasa marah karena aku tak lebih pintar dan mempesonakan, aku tentu sja bukan siapa2.

tanpa prestasi dan terlalu kanak2, mungkin dulu dia mengejarnya, hatinya bersamanya, bukan bersamaku,

aku berguling, merapat ke tembok, terhenti dan berpikir, mengapa tak ku lepaskan saja,



aku dan galau ku
aku dan segala pertanyaan ku
aku,,, dan doa yang mungkin belum terjawab oleh Tuhanku.