Jan 22, 2012

dalam masa penantianku

"Ya Allah…ya Rahman… Engkaulah yang Maha Mengetahui. Betapa sunyinya relung jiwaku. Kesunyian yang seringkali mengganggu penghambaanku padaMu. Karena itu ya Rahiim…. pertemukanlah aku dengan orang yang telah Engkau takdirkan menjadi pasangan hidupku. Jadikanlah pertemuan itu sebagai pengokohan penghambaanku padaMu. Dan melalui perkenanMu ya Rabbi…jadikanlah Ramadhan yang ku jalani kali ini menjadi ramadhan yang terakhir yang kujalani seorang diri…"
-------------------- doa seorang teman

belajar psikologi memang belajar pula menjadi romantis dan filosofis,,,

Jan 2, 2012

kembali bicara CINTA


Kembali saya bicara masalah cinta. Bertanya apakah karena saya sedang jatuh cinta? Entahlah, hanya ingin menulis tentang ini.

setiap kita bisa jadi memiliki kisah cinta yang menginspirasi. Misalnya saja (mungkin) Roman berlatar Eropa karya William Shakespeare Romeo dan Juliet, atau kisah cinta berlatar jazirah Laila dan si “gila” Madjnun, atau dari wilayah timur Jendral Tian Feng dan Putri Bulan atau malah Sampek Engtay? Ah semuanya benuansa cinta tak tersampaikan, sedih, menguras emosi dan air mata. Nampaknya membiarkan diri tenggelam dalam roman, tak akan memberi semangat untuk mengejar apa yang dikatakan sebagai cinta pada makhluk menarik yang diciptakan Allah. Bila saja terlalu banyak membaca roman jenis ini, malah mungkin menimbulkan pertanyaan mengapa cinta seakan-akan selalu memberikan jarak dan sulit sekali menyatukan 2 orang yang saling cinta? Ah entahlah.

namun, dalam sejarah para sahabat Rasulullah, ada satu cerita menarik yang menyuguhkan nilai bahwasanya cinta itu tak perlu dikejar mati-matian sampai mati betulan seperti Romeo, Tian Feng, dan Sampek. Bahwa doa yang dijunjung tinggi ke atas langit, harap yang di gantung pada Sang Khalik, pasrah dan berserah ikhlas agar yang dicinta mendapat yang terbaik, meski bukan “aku”, toh bisa juga mengetuk pintu takdir.

Terkisah perjalanan cinta Fatimah dan Ali. Dalam diam mereka, dalam perjuangan mereka menjaga kesucian hati yang dicinta, Allah menjawab segenap bentuk doa dengan segenggam jawab, lamaran yang di terima, “Ahlan wa sahlan ya Ali...” sambut Rasulullah ketika Ali si pemuda miskin datang melamar putri kesayangannya.

Meski ujian panjang menyapa hati Ali, melihat 2 sahabat Rasulullah melamar putri beliau, siapalah Ali ketimbang Abu Bakar dan Umar, siapalah Ali yang miskin ketimbang Abu Bakar yang kaya raya, atau siapalah Ali yang pemuda tanggung ketimbang Umar yang gagah. Tapi Allah punya cerita lain, diterimalah Ali.

Lalu setelah Fatimah dan Ali menikah, satu kejadian yang cukup mampu menyunggingkan senyum di bibir saya adalah ketika Fatimah secara berani dan terbuka mengaku pada Ali pernah jatuh cinta sebelum menikah dengannya. Saya membayangkan saat itu hati Ali bergemuruh dengan mengajukan tanya “siapakah lekaki itu?” dan Fatimah menjawab “ia adalah engkau”. Sebenarnya bukan hanya senyum ekspresi saya ketika tahu cerita ini, lebih tepatnya nyaris terbahak. Yah bagi saya ini kisah cinta ideal.

Bagi emosi dan logika manusia, harapan dua orang yang mencinta tapi juga menjaga ini berhasil mengetuk pintu langit, menjawab semua doa. Namun mungkin bagi Allah sebenar-benarnya, skenario memberi ujian bagi cinta dua orang yang menjadi qudwah ini, berdampak panjang pada pelajaran menjaga hati yang diselimuti emosi::: CINTA.

Namun apa jadinya jika seorang manusia tak di beri kesempatan memiliki seorang yang dicinta untuk membersamai di dunia. Tentang kisah cinta yang membuat saya cukup tertegun dan mencoba paham, bahwasanya apalah arti cinta jika di bandingkan rahmat dan syurga milik Allah.

Ini tentang kisah Sayyid Quthub, seorang ilmuwan, sastrawan sekaligus pemikir dari Mesir. Ia lahir di daerah Asyut, Mesir tahun 1906, di sebuah desa dengan tradisi agama yang kental. Dengan tradisi yang seperti itu, maka tak heran jika Qutb kecil menjadi seorang anak yang pandai dalam ilmu agama. Tak hanya itu, saat usianya masih belia, ia sudah hafal Qur'an. Bakat dan kepandaian menyerap ilmu yang besar itu tak disia-siakan terutama oleh kedua orang tua Qutb. Berbekal persedian dan harta yang sangat terbatas, karena memang ia terlahir dalam keluarga sederhana, Qutb di kirim ke Halwan. Sebuah daerah pinggiran ibukota Mesir, Cairo. Dalam masa hidupnya, ia menjadi orang yg sangat berpengaruh, tidak hanya dalam tataran Mesir dan Ikhwanul Muslimin saja tapi bahkan di seluruh dunia.

Sayyid Qutub banyak menghasilkan buku-buku, bahkan perjuangannya banyak dijadikan pelajaran dan inspirasi bagi umat islam. Tapi disisi lain, ada sisi lain kehidupan sayyid qutub yg mungkin dapat dijadikan pelajaran berharga. Dua kalinya ia jatuh cinta, dua kali pula ia patah hati. Gadis pertama berasal dari desanya sendiri, yang kemudian menikah hanya tiga tahun setelah Sayyid Quthub pergi ke Kairo untuk belajar. Sayyid menangisi peristiwa itu.

Gadis kedua berasal dari Kairo. Untuk ukuran Mesir, gadis itu tidak termasuk cantik. Tapi ada gelombang yang unik yang menyirat dari sorot matanya, itulah pesona sang kekasih. Tragedinya justru terjadi pada hari pertunangan. Sambil menangis gadis itu menceritakan bahwa Sayyid adalah orang kedua yang telah hadir dalam hatinya. Pengakuan itu meruntuhkan keangkuhan Sayyid, karena ia memimpikan seorang yang perawan fisiknya, perawan pula hatinya. Gadis itu hanya perawan pada fisiknya.

Sayyid Quthub tenggelam dalam penderitaan yang panjang. Akhirnya ia memutuskan hubungannya. Tapi itu membuatnya makin menderita. Ketika ia ingin rujuk, gadis itu justru menolaknya. Ada banyak puisi yang lahir dari penderitaan itu. Ia bahkan membukukan romansa itu dalam sebuah roman.
Kebesaran jiwa, yang lahir dari rasionalitas, realisme dan sangkaan baik kepada Allah, adalah keajaiban yang menciptakan keajaiban. Ketika kehidupan tidak cukup bermurah hati mewujudkan mimpi mereka, mereka manambahkan harapan kepada sumber segala harapan, Allah!
Bagitulah Sayid Quthub menyaksikan mimpinya hancur berkeping-keping, sembari berkata, Apakah kehidupan memang tidak menyediakan gadis impianku, atau perkawinan pada dasarnya tidak sesuai dengan kondisiku? setelah itu ia berlari meraih takdirnya, dipejara 15 tahun, menulis Fii Dzilalil Quran dan mati di tiang gantungan! Sendiri! Hanya sendiri! Dan sendiri pun ia mampu melakukan semua, di bawah naungan cinta Allah.

Fuuuuh,,, bila ingat kata-kata Mario Teguh tentang cinta yang harusnya “memiliki” dan berarti sebelumnya juga harus diperjuangkan, saya jadi menguntai senyum. Atau juga ingat istilah “cinta tak harus memiliki” yang menurut Andrea Hirata sangatlah Indonesia. Allah selalu punya skenario terbaik untuk menterjemahkan kisah cinta para makhluk ciptaannya, tapi bukan berarti juga berkata bernada pesimis ala Jendral Tian Feng “dari dulu beginilah cinta, deritanya tiada akhir”


semoga memberikan inspirasi. dapus::: catatan seorang teman dan buku jalan Cinta para pejuang