May 9, 2010

persepsi ayam

Tahu binatang apa yang paling sering ke-GR-an???

Menurutku binatang itu adalah ayam. Kenapa?

Beberapa kali saat akan keluar gang dari wismaku, selalu saja aku bertemu ayam-ayam dengan rasa GR yang tinggi. Saat motorku melaju, ia berlari seakan aku akan mengejarnya, padahal siapa juga yang mau mengejar ayam dengan motor. Belum lagi jika aku berjalan kaki dan bertemu dengan kawanan ayam . Mereka akan langsung menyingkir, sepertinya mereka berpikir bahwa aku akan menangkapnya. Yah… dasar ayam… kenapa juga mesti berlari menjauh. Intinya menurutku, kawanan ayam dekat wismaku itu sangat GR bila aku lewat di dekat mereka, gedhe rumongso-ne kalau aku mau menangkap mereka.

Ketika berkali-kali aku mengalami kejadian yang sama, ingin sekali aku katakan pada ayam-ayam itu: “Tenang ayam. Aku memang suka ayam, tapi satu-satunya ayam hidup yang ku suka sudah mati 8 tahun lalu, dan sekarang aku lebih menyukai ayam mati… maksudnya ayam yang bisa langsung ku makan untuk lauk, dan bukan kalian.”


Rasa GR ayam itu mungkin menyangkut persepsi ayam-ayam tentang diriku. Bisa jadi mereka mempersepsi bahwa diriku akan menangkap atau melindas mereka dengan motorku, bisa jadi juga diriku dipersepsi sangat menakutkan oleh ayam-ayam sehingga mereka berlarian ketika aku datang.

Persepsi adalah pandangan dan penilaian kita yang bersifat positif atau negatif terhadap sesuatu. Persepsi sesungguhnya sangat subjektif sehingga amat bergantung dari bagaimana kita mengolah stimulus yang datang dan kemudian memaknainya.

Kita seringkali menilai dan memaknai segala sesuatu hanya dari satu sisi, yaitu sisi sudut pandang diri kita sehingga tak jarang apa yang kita persepsikan berbeda dengan apa yang ada sebenarnya.


Seperti ayam diatas, sering kita mengira bahwa seseorang bersikap terlalu baik atau sedang bersikap tidak baik terhadap diri kita, padahal mungkin maksud orang tersebut bukan seperti itu. Maka itu, rasa GR kita terhadap sesuatu pun terkait dengan persepsi yang kita lakukan.

Misal, ketika ada seseorang yang sering menghubungi kita, menanyakan hal-hal yang dalam pandangan kita tidak perlu ditanyakan, kadang rasa GR itu naik ke permukaan dan membuat kita memaknai bahwa mungkin orang tersebut “menyukai” kita, padahal mungkin orang tersebut memang terbiasa bersikap seperti itu juga pada yang lainnya. Hahaha… teringat jaman masih muda. Ketika remaja, seseorang cenderung ingin diperhatikan oleh lawan jenisnya, sebagai kelanjutan dari perubahan hormon di dalam tubuh.

Atau tentang seorang yang sering melontarkan celetukan saat berbicara dengan kita, terkadang kita merasa sedang di-ece, padahal mungkin maksud orang tersebut hanya bercanda sebagai bumbu pemanis dalam pembicaraan yang sedang dilakukan.

Atau (lagi) tentang seorang yang berusaha membantu pekerjaan kita, tapi kemudian dipersepsi sebagai perilaku negatif yang melangkahi wewenang.


Kembali berbicara masalah GR, aku jadi teringat dengan pernyataan seorang teman, katanya “lebih baik GR sebagai bentuk waspada terhadap sesuatu daripada diam dan baru mengetahui belakangan bahwa itu adalah sebuah kesalahan” (saat itu kami sedang berdiskusi tentang bentuk perhatian yang terkesan berlebihan dari lawan jenis-dalam dunia ikhwan-akhwat). Monggo setiap kita memaknai pernyataan diatas, tepat ataukah tidak. Namun aku cenderung memilih bersikap biasa saja (tidak GR), karena bisa jadi bukan waspada yang datang, tapi emosi-emosi lain yang mengganggu kekhusyukan.

Itulah persepsi yang akhirnya berkaitan dengan emosi (menurutku GR termasuk dalam salah satu emosi manusia). Maka sebaiknya kita bisa memandang dan menilai sesuatu tidak hanya dari sisi sudut pandang kita, tapi juga belajar untuk memandang dan menilai sesuatu dari berbagai sisi sudut pandang sebagai bentuk antisipasi dalam pengelolaan emosi (perasaan).

.......................................................................................

Direnungkan setelah berkali-kali dijauhi kawanan ayam……………….

No comments:

Post a Comment