Nov 25, 2010

Obrolan sepertiga awal malam; tentang ::: PACARAN

Tergelitik dengan diskusi malam bersama adik seperjuangan, tentang::: pacaran.
Usia dan perjalanan di kampus adakalanya membuat saya lupa akan jawaban dari pertanyaan: Kenapa gak boleh pacaran? Setelah keluar kampus ternyata mendapatkan pertanyaan seperti itu lagi.
Keputusan untuk tidak menempuh jalan berpacaran sudah saya ambil sejak 6 tahun lalu, berhenti ditanyakan masalah mau pacaran atau tidak sekitar 4 tahun lalu. Jadi sedikit banyak memori dalam otak saya mengenai alasan tidak berpacaran telah terhapus, jawaban saya, simpel: ya nyaman aja gak punya tanggungan hidup yang gak jelas statusnya (baca: Cuma pacar). Kecuali saat di curhati satu atau dua orang teman mengenai hubungan dengan pacar mereka, tapi itu juga tidak begitu banyak karena (sepertinya) mereka tahu prinsip saya mengenai masalah ini, jelas sangat mungkin tidak memberikan solusi positif untuk mempertahankan hubungan tersebut, kecuali bagi mereka yang sedang serius bertanya masalah persiapan kenaikan jenjang hubungan pacarannya menjadi hubungan pernikahan.
Namun malam tadi, seorang adik bertanya “kenapa sih mbak, orang-orang mesti pacaran?” saya agak lingliung, karena saya lupa jawabannya, sepertinya jawaban itu saya taruh dalam laci memori tua di otak saya.
Sebenarnya, dalam Islam istilah pacaran tidak diperkenalkan, hubungan laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom hanya legal ketika ijab dan qobul telah dilaksanakan, sebelumnya tentu hubungan itu sebaik-baiknya diperantarai oleh pihak ketiga yang dapat dipercaya. Kenapa? Karena (disamping aktifitas fisik yang memungkinkan terjadinya keratifitas dalam hal zina) secara logika saja sangat mungkin ketika hanya berdua, nantinya hanya terlihat (dan diperlihatkan) sisi baik saja dan menutupi sisi buruk, ya tidak pernah salah sih memperlihatkan sisi baik, tapi lebih jauh maksud adanya pihak ketiga adalah akan ada penilaian yang sifatnya lebih objektif, paling tidak calon pasangan ini akan mengetahui secara berimbang siapa dan seperti apa individu yang akan menjadi pasangan di kehidupannya kelak.
Lalu setelah bercerita panjang lebar tentang ketiadaan aktifitas yang berkategori penting dalam kegiatan berpacaran, adik saya tersebut kembali bertanya: siapa sih mbak yang memperkenalkan pacaran? Dengan sedikit asal saya menjawab: siti nurbaya (hehehe...) tokoh perumus penentang adat perjodohan.
Cerita Siti Nurbaya agaknya sedikit banyak memberikan gambaran bahwa nyaris semua pertemuan yang dikarenakan perjodohan pihak ketiga (terutama orang tua) tidak akan sesuai dengan keinginan, harapan, dan besar mungkinnya hanya mengedepankan harta dan tahta, padahal bisa jadi tidak seperti itu (maaf bila saya memakai contoh ini, silahkan dikritisi kalau ada salahnya). Roman Siti Nurbaya, terlalu penuh intrik. Dalam pemahaman saya, tidak mungkin orang tua yang sehat secara mental tidak menginginkan kebahagian lahir dan batin bagi anak mereka.
Pernah juga adik saya yang lain mengirim sebuah pesan singkat:
Adik: Mbak... aku pengen pacaran.
Aku: hahaha, kenapa?
Adik: aku lagi diajak temen makan, dan mereka sama pacarnya, aku Cuma bisa diem ngeliatin mereka.
Naaah... para aktifis (yang melakukan aktifitas-red) pacaran, liat tuh,,, jadi ngeracunin otak bocah kecil seperti adik saya... gak baik kan.. hehehe...
Saat sedang memikirkan konsep note ini, saya sempat berpikir apa tho keuntungan punya pacar? Tiba-tiba sekelibat kemudian saya diperlihatkan keuntungan punya pacar. Saat saya sedang mengantri dalam antrian panjang mengambil kartu ujian tes CPNS, haus dan lapar. Tiba-tiba saja seorang mbak-mbak disamping saya diantarkan sebotol air dingin dan sebungkus Beng-beng “nih kalau haus,” kata cowoknya, setelah itu mbak-nya menelpon “bi...liatin donk pengumumannya...” lalu cowok itu datang lagi dan memberikan informasi yang diminta. Dalam hati saya bergumam: inikah untungnya punya pacar??? Hahaha. Sedikit menarik, bagi saya disaat seperti itu. Namun, konsekuensi lain setelahnya, tidak terimakasih, lebih banyak hal lain yang membawa diri pada ketidakuntungan.
Dalam note ini saya hanya ingin mengingat kembali, untuk berpikir dua kali sebelum mengambil keputusan untuk berpacaran, terutama diusia sangat muda (kuliah semester awal, SMA, SMP, atau malah SD), masih banyak hal positif yang bisa dikerjakan, dunia yang luas ini menjadi terlalu sempit ketika hanya diisi oleh dirimu dan dirinya.
Pacaran itu menghabiskan uang, uang jajan yang diamanahkan oleh orang tua harus di bagi dua bersama pacar, contoh konkrit: teman saya pernah bercerita tentang temannya yang diberikan 10 tangkai bunga tulip oleh pacarnya saat ulang tahun (waaaah,,, romantis banget, begitukah pikiran kita?) coba di hitung, bunga tulip saat itu satu tangkainya berharga Rp40.000 di kali 10 tangkai, jadi pacar temannya teman saya (hallah..) telah mengeluarkan uang Rp400.000 untuk sekali membahagiakan temannya teman saya (hehe), waah... kalo saya sih minta mentahnya ajah,,, di tabung buat masa depan. Hehehe...
Menghabiskan waktu, kehilangan teman-teman terdekat (gimana gk, dunia seakan milik berdua, yang lain? Ngontrak aja... hehehe), bisa jadi jauh sama orang tua, padahal kan hidup kita masih ditanggung orang tua, kita juga masih punya tanggung jawab terhadap orang tua. Ini nasihat buat adik-adik ya... buat yang sudah seumur saya, apalagi sudah lulus kuliah atau telah bekerja, ya... niatkan berkenalan dengan lawan jenis sebagai tahapan untuk menuju kehidupan yang lebih terencana, bukan untuk main-main, apalagi menjelajah kreatifitas pada fisik lawan jenis, tanggungjawab di hadapan Allah sungguh lebih berat. Jangan hanya memperturutkan dorongan nafsu untuk mencapai kebahagian sesaat (nyaris saya menulis kebahagiaan sesat, kayaknya itu juga ada benarnya).
Nikmatilah masa muda dengan produktifitas amal. Ketika mulai menyukai lawan jenis, bertahanlah dalam benteng terkuat melalui iman. Toh jodoh tak akan pergi kemana (walau sepertinya tetap butuh usaha –usahanya sekilas telah saya singgung di atas). Layaknya Ali bin Abi Thalib dan Fatimah binti Muhammad yang menyimpan rapat cinta masa kecil mereka, pastilah Allah membacanya sebagai bentuk perjuangan dalam mempertahankan kesucian hati ditengah himpitan rasa ingin memiliki hingga akhirnya izin itu datang juga.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sebuah catatan yang terinspirasi dari obrolan sepertiga awal malam dengan adik seperjuangan. Senangnya masih dipercaya untuk mendengarkan cerita mu... two thumbs untuk katahanan dirimu mengingatkan dan mendengarkan cerita teman-teman yang berpacaran, semoga menjadi lahan dakwah yang produktif... b^^d

No comments:

Post a Comment