Nov 27, 2010

Hasil Kenal Gedung DPR

Belajar untuk tes cpns. Latihan soal membuat saya menemukan 2 ayat di 2 pasal yang berbeda mengenai hak warga negara berpendidikan.



Pasal 31 ayat 2: setiap warga negara WAJIB mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah WAJIB membiayainya



Pasal 28c: setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya. Berhak mendapat dan memperolah manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat menusia.



Adakah yang salah dengan kedua pasal ini? Jawaban saya: tidak ada. Sungguh konsepnya bagus, sayang dalam perealisasiannya, miris.





Teringat obrolan saya dengan seorang senior yang sekarang bekerja sebagai asisten ahli anggota fraksi di gedung DPR, tentang terpilihnya Busyro Muqqodas sebagai ketua KPK mengalahkan Bambang Wijayanto yang notabene ber-back up Indonesian Coruption Watch (ICW). Berlaku layaknya seorang anak kecil menginginkan jawaban yang memuaskan dari orang yang lebih tua, saya bertanya “Pak, Kenapa dalam rapat anggota DPR sore ini, yang terpilih menjadi ketua Pak Busyro bukan Pak Bambang?” lama pertanyaan saya tak di jawab, entah karena bingung atau memang sedang tidak berada di tempat. Beberapa saat kemudian, muncul dalam chatt box FB saya “perlu jawaban???” haha. Ya iyalah saya perlu jawaban, kalau gak... ngapain juga saya tanya...



Penjelasan abang saya yang satu ini, nyambung dengan ceramah sore bapak saya, saat tahu Busyro terpilih. Negara ini, terlalu pelit dan tidak pernah ikhlas memiliki panglima kritis dan berani, terlalu banyak rekayasa politik, belum lagi mayoritas back up Pak Busyro adalah partai dengan stok koruptor paling banyak.



Tambahan dari abang saya itu: seperti puisi Adi Masadi, Negeri Para Bedebah. Sempat saya protes perkataan abang saya tu, saya bilang “janganlah memakai kata para, ketika para dipakai, kita bisa masuk dalam daftar para bedebah.”



Pekan lalu, saya diajak teman saya berkunjung ke gedung DPR, yap yap ke kantor Abang baru saya. Jujur pengalaman baru untuk saya. Antara takjub, bingung, aneh, sampai kecewa. Inikah gedung DPR yang mereka pinta untuk diganti bangunannya? Dua buah TV LCD besar terpampang di setiap sudut, mubazir sungguh, hanya berisi agenda yang akan dijalani hari ini, tidak berkategori penting. Lantai marmer, ruang ber-AC, dan pemandangan indah dari kaca jendela, tidak menampakkan kesulitan hidup rakyat yang telah milihnya, nyaman-nyaman, terlalu nyaman. Seandainya yang mereka lihat setiap harinya adalah pemandangan pinggir rel dari stasiun Bekasi hingga Pasar senen, saya yakin mereka akan malu memakai segala bentuk fasilitas mewah perasan keringat rakyat, berganti ketidakmampuan untuk tidur dan beristirahat dengan tenang, layaknya kegelisahan Ummar ibn Khattab yang melihat seorang ibu merebus batu untuk menenangkan hati dan perut buat hatinya yang kelaparan, tentu saja ini tak berlaku bagi mereka yang tak bernurani.



Pulang dari sana, sepanjang perjalanan saya dan teman saya bersungut-sungut menghadapi kenyataan, idealisme yang terluka (saya menyebutnya). Sesampai di rumah ingin rasanya bercerita pada bapak, tapi saat ditanya bapak “gimana?” saya hanya bisa bilang “Nuram gak mau cerita sama bapak, ntar bapak makin il-feel sama pemerintah.”



Padahal mereka yang ada di sana, bisa jadi pernah juga menjadi mahasiswa, punya idealisme membahana untuk mensejahterakan bangsanya. Contoh orang yang masuk daftar terkorup dari partai berlambang Pohon Beringin, Akbar Tanjung, bukankah dia pernah menjadi salah satu mahasiswa angkatan tahun 1966 yang bersikeras menentang kebijakan pemerintah mengenai PKI dan kenaikan harga yang mencekik rakyat. Berpuluh tahun kemudian seakan waktu menggerus idealisme masa muda, berakhir pada penidasan pada rakyat berupa korupsi yang dilakukan. Semudah itukah idealisme luntur, terlenakan harta dan tahta dunia?



Banyak sekali pertanyaan yang terajukan ketika medatangi yang katanya gedungnya wakil rakyat itu, bingung bertanya pada siapa, semua bayangan akan kesibukan di dalamnya seketika luntur berganti banyak pertanyaan “kenapa?” Repotlah... teman saya pun berusaha mencari orang lain yang bekerja dalam kategori rajin dan tekun untuk menyembuhkan idealismenya yang terluka dengan menghubungi temannya, seorang anak wakil rakyat. Hehehe. Saya lebih memilih bercerita mengenai kekecewaan saya kepada teman-teman seperjuangan, walaupun terkadang juga tak di tanggapi serius malah kesannya tidak peduli. Beginikan idealime itu luntur??? Atau kami para bocah yang tidak tahu bagaimana sesungguhnya realita?



Belum lagi ketika abang baru saya ini bercerita tentang barang-barang mewah yang digunakan para jet zet dunia politik, beeeuh dengan kesal (walau mungkin tak akan nampak) saya merespon: Ke Laut aja lah.... sebegitu mudahnya uang dihamburkan untuk membeli sekedar dasi atau jam tangan, kenapa tidak memilih membeli saham freeport atau exxon mobile, atau krakatau steel untuk kemudian digunakan untuk kesejahteraan rakyat.



satu hal yang saya pelajari saat itu, sebuah jawaban dari pertanyaan yang dari dulu berkubang dalam pikiran saya: "kenapa manusia sampai sebegitu inginnya memiliki harta dan kekuasaan?"

ternyata jawaban dari pertanyaan bodoh itu terlalu simpel: agar bisa menikmati hidup ini dengan mudahnya.



Sungguh panjang perjalanan negeri ini untuk membersihkan bedebah beserta anak cucunya dariperadaban bangsa. Haaaaah....

-----------------------------------------------------------------------------

Sedikit coretan, kala pening belajar buat tes CPNS. Ingin sekali menjadi orang kaya, agar bisa memberi dan berbagi, bukan hanya mengenai cerita pengalaman atau pemikiran saya, tapi juga hal lain yang bisa berguna bagi sesama.

Haha.



Anak kecil yang memasuki kehidupan belantara, baru saja keluar dari laboratorium yang terlalu sempurna sehingga banyak kecewa. saya akan belajar, memandang hidup agar lebih bijak nantinya. astaghfirullah.



No comments:

Post a Comment