Dec 2, 2010


Note ini saya buat, lima menit setelah melihat berita mengenai Kate Middleton dengan Pangeran William, tentu saja di televisi.



Ini tentang masa menunggu, hehehe. Belakangan seringkali mendapat pertanyaan, doa, atau malah sindirian, entahlah. Terkadang terasa tidak nyaman, tapi lebih sering biasa saja dan berusaha mencoba menanggapinya dengan kepala dingin. Respon tanggapan itu telah saya coba pelajari dua tahun belakangan, semenjak usia memasuki kepala dua.



Beberapa kali membaca status teman mengenai, tulang rusuk yang belum menemukan siapa pemiliknya atau tentang menunggu si pengeran berkuda putih. Pernah dulu setelah melihat film Pretty woman, ingin juga rasanya di jemput pangeran berkuda putih, tapi tidaklah cukup ber_Alphard putih, celetuk saya saat itu (ngawir.com)



Masa menunggu, ternyata saya sudah memasuki masa itu ya? Rasanya masih ingin mengelak saja, masih enggan untuk menyadari masa itu telah tiba. Malu, itu intinya. Masih sangat grogi ketika berbicara masalah pernikahan, inginnya menutupi bahwa saya kalang kabut ketika ditanya seperti itu, tapi seringkali malah terlihat bodoh dengan jawaban-jawaban tidak cerdas, salah tingkah, dan mungkin senyuman yang terlalu lebar,bingung.



Obrolan bersama bulek ketika saya menghadiri pernikahan adik sepupu saya yang secara usia lebih tua:

Bulek: Nanti kak Nuram ambil Melati yang ada di roncean pengantinnya ya.

Saya: hah? (dengan muka bodoh)

Bulek: eeeh jangan tersingung,

Saya: (buru-buru saya potong) iya bulek nuram tahu maksudnya.

Atau obrolan dengan kakak sepupu saya:

Mbak: Kapan kak Nuram?

Saya: apanya?

Mbak: ntar bilang mama, EO nya pake dari mbak,,,

Saya: hehehe (dengan senyum terlalu lebar), di discount ya mbak, 50% persen?

Mbak: lha,,,profesional donk... hehehe

Kakak saya itu, pengusaha Wedding Organizer, belum-belum udah bisnis aja, sepertinya beliau memasukkan nama saya dalam daftar calon kliennya.



berbeda dengan orang tua saya yang tidak pernah membahas ini. Mungkin dalam mata mereka saya masih anaknya yang kecil.

Hemm,,, seperti kata MR saya yang pertama usia 20-an adalah usia rawan dengan pikiran-pikiran mengenai menikah. Jujur, karena sering digoda itulah malah jadi terpikirkan, dalam pikiran saya: ini kenapa jadi kepikiran? Padahal dulu saya telah merancang apa-apa yang akan saya lakukan untuk mengamankan hidup saya dari pikiran aneh mengenai pernikahan. Toh jodoh tak akan kemana. Namun sepertinya Allah mendidik saya dengan cara yang berbeda dengan apa yang saya inginkan.



Mulai dari kata-kata: syindrome orang tua, doa semoga Nuram segera menyusul, di tanya itu siapa/ini siapa?, sampai di jodoh-jodohkan. Saya mencoba memahami bahwa ini adalah bentuk perhatian mereka kepada diri saya, hanya saja seringkali ini malah mengganggu dan agak merusak konsentrasi. Maklum, saya termasuk orang yang tidak berani membuat daftar kriteria orang seperti apa yang akan menjadi pendamping saya nanti, jadi jangankan nama, kriterianya saja saya belum jelas koridornya. Yang saya tahu, saya menyenangi orang kurus dan tinggi serta cerdas (titik) (tidak bermaksud iklan).



Menyikapi gejala ini, sering saya takjub dengan mereka yang dengan santai menuliskan status mengenai jodoh, sampai pernah saya memberikan komentar: saya mau cari imunitas agar tidak tertular... setelahnya saya malah di SMASH balik. Repooot euy....



Note saya tentang pernikahan beberapa waktu lalu pun malah meninggalkan jejak dipikiran beberapa orang bahwa saya siap untuk menikah, padahal sampai saat ini saya masih dalam proses mempersiapkan diri. Itu hanyalah akumulasi protes saya terhadap oknum ikhwan yang maju mundur mengutarakan maksudnya.



Saya lebih memilih untuk benar-benar menyiapkan diri, mulai dari fisik (apa ya persiapan fisik, sudahlah masing-masing kita –perempuan- tahu apa itu, hihihi) dan terlebih mental. Inginnya sih tidak terlihat, walaupun dua kali ini note saya membahas masalah pernikahan, ini lebih kepada mengingatkan bahwa biarkan ini berjalan mulus tanpa terlihat guncangannya, tak perlulah diperlihatkan di forum publik bila sedang menanti, meskipun saya yakin publik pun paham bahwasanya penantian itu adalah realita.



Manusiawi memang, tidak salah juga, pada akhirnya saya sadar itu, apalagi bagi perempuan yang fisiknya terhalang usia pasti kekhawatirannya lebih ketimbang laki-laki. Namun, jika Allah berkata BELUM, apakah kita mau secara agresif mencari pangeran berkuda putih itu? (bila pemahaman saya salah mohon diluruskan). Hehehe. Walaupun Khadijah pun melamar Muhammad ibn Abdullah, dan tak pernah salah mengajukan diri terlebih dahulu, tapi itu terjadi bila mental benar-benar telah siap dan kesholihan telah membungkus rapat kekurangan.



Entahlah, saya pun masih bingung dengan konsep ini. Intinya posisi saya sekarang, lebih memilih meminta pada Allah azza wa jala.

Namun,,, jika ada teman-teman akhwat berani mencontoh sikap khadijah, maka saya mendukung. InsyaAllah. jangan hanya terhenti pada invasi dunia maya bahwa kebutuhan berpasangan itu telah muncul. hehehe.



"Rabbana hablana min azwaajina, wa dzurriyyatina qurrata a'yuniw, waj'alna lil muttaqiena imaamaa."



"Ya Tuhan kami, anugerahkanlah kepada kami jodoh kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang2 yang bertakwa." (QS 25:74)



Sebuah note, untuk mengingatkan diri saya pribadi... hehehe.. gak berani buat ngingetin orang. Kagak enak.



------------------------------

karena gak dapet gambar pangeran berkuda putih, pangerannya pake sepeda ajah...

No comments:

Post a Comment