Dec 4, 2010

sudah kah kita dewasa?

Nama panjangnya Muhammad Pintoko Daruadi. Ada yang kenal…?

Jika secara fisik mempunyai kedekatan denganku, paling tidak pernah mendengar nama itu. Dia Pinto, adikku satu-satunya.

Usia kami tidak jauh berbeda, ia lebih muda 2 tahun 3 bulan. Makanya dulu aku sempat khawatir suatu saat disatu sisi dia akan melampaui aku, entah fisik atau psikis.

Dan ternyata sekarang, itu benar2 terjadi. Secara fisik, jelas aku sangat tertinggal, besar badanku mungkin hanya 60% dari besar badannya, tapi sebenarnya itu tak begitu menjadi masalah bagiku sekarang. Yang lebih bermasalah menurutku adalah ketika akhir-akhir ini aku merasa, dia jauh lebih dewasa dibanding aku.

Dalam menghadapi masalah misalnya, terkadang aku kelewat berlebihan dalam merespon, mudah menangis dan melakukan self-blame, tapi dia tidak seperti itu. Keadaan ini mulai aku sadari saat aku mendapat masalah, pertama kali ditilang oleh polisi. Aku menangis sejadi-jadinya saat menelpon pinto yang saat itu masih duduk di kelas 2 SMA, dia mendengarkan semua keluh kesahku, sambil sesekali membela atau bertanya, “kenapa lo gak gini” “kenapa lo gak gitu”. Terasa agak disalahkan, tapi paling tidak aku merasa didengarkan dan diberikan perhatian. Kondisi yang sering sekali terjadi, apalagi kalau aku menangis. Pernah sekali waktu, ketika aku sangat jengkel padanya, aku mencakar pergelangan tangannya hingga berdarah (sadis banget ya?), sampai saat ini pun bekas luka itu masih ada, dan hanya kata maaf yang bisa kukatakan sembari tertawa kecil, entah dia pahami atau tidak, diriku sangat menyesali kejadian itu. Dan dia hanya diam, paling hanya mengatakan “ya ini gara-gara lo” sambil menarik kembali tanggannya. Ya… Diam, dingin, tak terlalu banyak bicara dan tertawa, tetapi ada. Itu pinto, bagiku sekarang.

Akhir-akhir ini aku lebih merasakan kedewasaan itu benar-benar melekat pada dirinya. Sesekali aku membaca secara detail wall FB miliknya, komentar-komentar yang ia berikan kepada teman-temannya, sanggahan atau argumentasi atas sesuatu yang ia yakini sebagai kebenaran, semua ia sampaikan dengan baik, cerdas. Malah terkadang aku menemukan wall berisi ucapan terimakasih atau mohon doa karena si pengirim wall mau UN, teman-temannya yang minta diajari tugas kuliah, atau hal lain yang terkadang membuat aku bertanya “apa iya dia seperti itu?”

Allah benar-benar Maha baik, saat ini bagiku Pinto tidak hanya menjadi seorang adik laki-laki, tapi juga bisa menjadi kakak laki-laki, teman bicara, dan seringkali jika orang yang mengenalku sebagai manusia “biasa” bertemu dengan ku dan pinto yang jalan berdua, maka mereka akan berpikir pinto adalah pacarku… -hahahaha…-


Yah,,, ternyata sekarang dia mampu bersikap dewasa dan bisa menjalankan peran sebagai kakak untuk banyak orang , dan salah satu diantara orang itu adalah AKU.


Satu hal yang sering aku renungkan dari keadaan ini, adalah tentang kedewasaan. Benar kata orang, ketika menjadi tua itu adalah pasti, tapi menjadi dewasa adalah pilihan. Dan seringkali umur kita tak juga menjamin kedewasaan kita. Tidak jarang kita melihat, orang dengan usia yang tak lagi muda tapi enggan bersikap dewasa,memiliki egosentrisme yang besar, banyak menuntut lingkungan untuk berubah mengikuti dirinya, tidak mau bertanggungjawab atas apa yang dilakukan, tidak bisa mengelola emosi (perasaan)-nya, atau hal lain yang bila dilihat sangat kekanak-kanakan.


Ketika kita memiliki kedewasaan, paling tidak seharusnya kita lebih bisa mengelola diri sendiri, bersikap bijak, lebih tenang ketika menghadapi masalah, tahu mana yang harus dilakukan dan mana yang sebaiknya tidak dilakukan, dan bisa membawa diri ketika berada ditengah-tengah orang lain sehingga orang lain merasa nyaman bersama kita.

Maka itulah kedewasaan dikatakan sebagai sebuah pilihan, bukan kepastian. Karena memang kita yang harus memilih untuk bersikap dewasa atau tidak bersikap dewasa.

Aku pun seharusnya seperti itu. Saharusnya aku lebih bisa menyadari bahwa usia yang diberikan Allah kini telah menginjak kepala dua dan masa baligh telah dipertemukan padaku bertahun-tahun sehingga tuntutan menjadi manusia yang dewasa pun telah disandangkan padaku. Namun, terkadang khilaf dan alpa membuat itu tertutupi dan terlupakan.

Sesuatu yang mungkin bisa kita renungkan, sebuah pertanyaan tentang: sudah bersikap dewasakah kita?
……………………………………………………………………………………………………………………………………………….

Sebuah artikel yang terinspirasi dari pernyataan seorang teman yang menunggu di”tag” dalam note ku. Serta Pinto, adikku yang sekarang telah dewasa.

(Pin, ka bangga sama lo… dan kakak belajar banyak hal dari pengalaman bersama lo akhir-akhir ini, may Allah bless you brotha…amin)

No comments:

Post a Comment