Feb 9, 2011

Papa

Aku sayang Papa



14 April adalah tanggal lahir papaku. Usia yang diamanahkan kepadanya saat ini sudah menginjak angka 58 tahun.

Papaku memang nyaris menginjak usia 60 tahun. Dahulu ketika menikah usianya sekitar 30 tahun, tapi baru 7 tahun setelahnya papaku diamanahi seorang anak yaitu aku dan adikku dua tahun kemudian.

Karakter papaku tak banyak bicara, lebih suka diam, cuek, sering berpikir dan merenung, serta asyik dengan dunia tanaman hiasnya atau koran, papaku senang membaca. Sedikit bertolak belakang denganku yang lebih ekspresif dan banyak bicara. Mungkin dalam sikap diam papa mirip adikku, Pinto. Dua pria di rumahku itu memang orang-orang yang tak banyak bicara—cool kalau bahasa kerennya, jadi dulu aku memang agak heran ketika melihat pria yang terlalu banyak bicara (hehehe piss dulu). Mungkin karena tidak banyak bicara itulah, beliau sering memendam masalah hanya untuk dirinya sendiri dan berujung pada penyakit kolesterol dan jantung yang membuatnya nyaris bertemu dengan ujung kehidupan.



Kajadian itu masih terekam jelas dalam ingatanku, bulan juli 2006. Telepon rumah berdering. Karena aku sudah lulus SMA dan tinggal menunggu pengumuman ujian SPMB, maka telepon itu aku yang mengangkat. Suara di seberang sana memperkenalkan diri sebagai suster di rumah sakit M*tra Keluarga jat*negara Jakarta Timur dan memintaku untuk tetap tenang, kemudian melanjutkan: “dek, papanya sedang di rumah sakit, baik-baik saja. Sekarang kalau bisa ada yang bisa datang ke rumah sakit.” Mitra keluarga? Itukan rumah sakit yang ada antara kantor papaku di Sudirman dengan rumahku di Bekasi, jaraknya sekitar 50 km dari rumah, kalau pakai bis dan gak macet memerlukan waktu 1jam untuk sampai di sana. Pikirku, papa kenapa ya?

Baiklah aku pergi ke sana sendiri. Ok ok, kata suster tak ada yang perlu dikhawatirkan jadi ya aku berusaha santai. Sebelumnya aku juga sudah telpon mama, agar beliau juga menyusul setelah jam kantornya selesai. Kedua orang tuaku bekerja di luar rumah.

Sampai di sana papa sudah ada dikamar rawat inap, bukan lagi di IGD. Aku yang bisa dikatakan belum benar-benar dewasa saat itu, mendapat penjelasan bahwa papaku sempat terkena serang jantung saat menyetir. Oh…papaku sakit jantung, aku hanya berpikir itu.

Singkat cerita setelah berkonsultasi dengan dokter, kami memutuskan untuk memakai jalan pemasangan ring pada pembuluh darah jantung papa, tapi ini hanya bisa dilakukan bila kondisi pembuluh darah tidak tertutup lemak kolesterol lebih dari 60%. Okay, kita tunggu hari itu.

Hari itu tiba, dan setelah diadakan pengecekan, ternyata sumbatan lemak pada pembuluh darah dijantung papaku adalah 60%, 70%, 80% dan 90%. Dunia seakan runtuh. Dokter yang merawatnya menawarkan operasi by pass, bedah jantung.



Itu papaku dan penyakit jantungnya. Alhamdulillah operasi itu berhasil, tapi dengan konsekuensi: kawat terus menerus menempel di tulang rusuknya sebagai penyambung tulang rusuk yang digergaji untuk membedah jantungnya, juga konsumsi obat setiap hari seumur hidup sebagai pengencer darah. Belum lagi keloid yang terjadi pada bekas luka sayatan operasinya. Sungguh tak nyaman untuk dilihat, sepertinya papa juga tersiksa karena itu. Semoga semua ketidaknyamanan itu mengahapuskan seluruh kesalahannya di mata Allah.



Papaku yang pendiam, selalu mejadi tempat aku bercerita. Baik semua masalah ku, bahkan beberapa masalah temanku. Papa yang mengajarkanku menjadi pendengar dan problem solver yang baik.

Dulu waktu kecil, papaku sering meminta maaf padaku ketika aku marah padanya. Papa yang mengajarkanku berlaku ksatria dengan mengakui kesalahan dan berusaha untuk meminta maaf serta memperbaikinya.



Papa yang tak pernah memaksa aku dan adikku untuk berbuat sesuatu yang diyakininya, papa lebih suka memberikan keyakinan pada kami bahwa beliau mendukung apapun yang kami yakini kebenarannya.

Papa yang selalu membuat ku meneteskan air mata, karena teringat belum bisa memberikan apa-apa padanya, padahal usiaku telah menginjak kepala dua.

Papa yang sering menepuk-nepuk kepala ku, kami tertawa bersama ketika menonton pertunjukan lawak di TV, kami bertukar argumentasi ketika melihat debat politik, kami berdiskusi masalah ilmu pengetahuan, filsafat, dan agama.

Papa yang selalu memanggilku kakak atau mbak.

Papaku yang pendiam, tapi aku yakin dalam diamnya ia belajar untuk menjadi papa yang terbaik di dunia.

Itu Papaku dan aku sangat bersyukur memilikinya.

Hari ini hari lahir papa. Aku berharap bisa memberikannya surga untuknya.

Semoga Allah merberkahi usianya, mengampuni segala dosanya, menyayanginya, melapangkan dadanya, meluaskan rasa sabarnya, memberatkan amal ibadahnya.

Ya Allah ampunilah dosaku dan dosa kedua orang tuaku, sayangilah mereka seperti mereka menyayangi aku diwaktu kecilku. Amin.

………………………………………………………………………………………………………………………………

Kalimat terakhir yang ingin aku ucapkan, walaupun (mungkin) papa ku belum tentu akan membuka notes ini:

Sebuah kado untuk papa: Nuram sayang papa.

14 April 2010.

================================================================

Aku membuka kembali note ini, sepekan lebih aku mencari mood untuk pulang ke rumah, sepekan juga aku menolak untuk mengakui bahwa tugas ku sekarang adalah pulang dan berbakti pada orang tua. Sepekan aku menolak menerima otoritas atas diriku, sepekan menjadi orang yang pura-pura bodoh dengan mimilih diam ketika diminta pulang. Sepekan yang aku lalui dengan perasaan tak bersalah, padahal kesalahan besar sedang berdiri tegak di depan mata, kesalahan karena tidak peduli pada orang tua.

Hari ini aku ingin pulang, sebuah SMS papa membuat aku sadar, aku adalah seorang anak yang sepatutnya berbakti pada orang tuanya, SMS yang berisi: Kakak sedang apa???

Nuram pulang pa, Nuram pulang ma, Nuram Pulang. Hehe… (semua akan baik-baik saja).

=================================================================



dua bulan setelah aku pulang ke rumah,,, banyak hal baru aku temukan. hubungan antara aku dan papaku.

memang tak akan ada yang pernah sempurna selain Zat yang Maha kuasa:: Allah azza wazala.. pun papaku. dengan seluruh kekurangan yang ada padanya, seharusnya aku sebagai anak mampu untuk memahaminya sebagai suatu hal manusiawi.karena kita manusia.

selama masih ada wujud, selama masih ada ruh... jadilah yang berbakti, untuknya:: papa.

sebuah doa, untuk kebahagiannya, dunia dan akhirat. amin.



_--------------------------

maju-mundur keberanianku untuk mem-posting note ini,,, sedikit share, mungkin bisa jadi sarana mengingat, bahwa kita seorang anak. jaga dirimu, sebagai kunci syurga untuk papamu.

1 comment: