Jun 28, 2009

psikoterapi: fobia darah

Darah adalah cairan berwarna merah yang mengalir dalam tubuh kita. Darah bisa saja keluar dari tubuh kita ketika ada bagian dari tubuh kita yang terluka atau pada wanita darah juga keluar saat menstruasi setiap bulan.Bagi seorang mahasiswi sebut saja namanya Nana, darah merupakan suatu membuatnya cemas, lemas, dan pusing ketika mengingatnya. Hal ini diawali ketika dahulu ia jatuh pingsan setelah diminta ibunya untuk menyorotkan lampu senter saat ibunya sedang menolong persalinan seorang pasiennya, ia merasa pusing dan mual ketika mencium bau darah persalinan dan akhirnya jatuh pingsan menimpa sebuah ember yang berisi darah.
Ketika diminta penulis untuk menyebutkan bagaimana ketakutannya terhadap darah, Nana mengatakan “Kalau darah menstruasi yang yang saya alami tiap bulan, tidak menakutkan mbak, tapi kalau harus melihat orang terluka dan kemudian keluar darah saya langsung pusing dan memilih untuk menghindar. Takut pingsan lagi seperti dulu.” ungkapnya. Lalu ketika penulis bertanya tentang skala ketakutannya terhadap darah, Nana memberikan urutan sebagai berikut:
Suasana netral : darah haid
Skala bernilai 1 : gambar darah
Skala bernilai 2 : …
Skala bernilai 3 : …
Skala bernilai 4 : …
Skala bernilai 5 : melihat darah dalam kantung transfusi darah dari jarak jauh
Skala bernilai 6 : melihat darah dalam kantong transfusi darah dari jarak dekat
Skala bernilai 7 : Membayangkan darah yang kaluar dari luka
Skala bernilai 8 : mencium bau darah
Skala bernilai 9-10 : melihat orang berlumuran darah, misalnya saat terjadi kecelakaan.
Kisah nyata yang diungkapkan seorang teman.
Proses desentisasi yang bisa dilakukan:
1. Desensitisasi dimulai dengan suatu analisi tingkah laku atas stimulus yang bisa membangkitkan kecemasan. Terapis menyusun suatu daftar bertingkat mengenai situasi-situasi yang kemunculannya meningkatkan taraf kecemasan. Tingkatan disusun dalam urutan dari situasi yang paling buruk yang bisa dibayangkan oleh klien ke situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah.
2. Selama pertemuan-pertemuan terapeutik pertama klien diberi latihan relaksasi yang terdiri atas kontraksi dan lambat laun pengenduran otot-otot yang berbeda sampai tercapai suatu keadaan santai penuh. Sebelumnya klien diberitahu terlebih dahulu bagaimana cara relaksasi yang digunakan dalam disentisasi, agar bisa dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari. Rincian relaksasi tersebut antara lain:
Klien diminta untuk mengencangkan bagian tubuh tertentu sekencang-kencangnya, dan menahan ketegangan itu selama lima detik. Kemudian minta klien untuk kembali menarik nafas panjang, dan mengeluarkan nafas setelah detik kelima yang dihitung oleh terapis.
Urutan bagian-bagian tubuh yang digunakan untuk relaksasi otot antara lain:
a. Tangan kanan g. Lengan kiri
b. Lengan kiri h. Bahu dan leher
c. Bahu i. Kepala
d. Leher j. Dada
e. Wilayah kepala k. Perut
f. Tangan kiri l. Bagian tubuh bawah sampai dengan kaki
Klien diminta untuk mempraktekkan relaksasi diluar pertemuan terapeutik, sekitar 30 menit setiap hari. Apabila klien telah bisa belajar untuk santai dengan cepat, maka prosedur desentisasi bisa dimulai.
3. Proses desensitisasi melibatkan mata tertutup, terapis menceritakan serangkaian situasi dan meminta klien untuk membayangkan dirinya berada dalam setiap situasi yang diceritakan oleh terapis itu. Situasi yang netral diungkapkan dank lien diminta untuk membayangkan dirinya berada didalamnya. Jika klien mempu tetap santai, maka dia diminta untuk membayangkan suatu situasi yang membangkitkan kecemasan yang tarafnya paling rendah. Terapis bergerak mengungkapkan situasi-situasi secara bertingkat sampai klien menunjukkan bahwa dia mengalami kecemasan, dan pada saat itulah pengungkapan situasi diakhiri. Kemudian relaksasi dimulai lagi, dan klien kembali membayangkan dirinya berada dalam situasi-situasi yang diungkapkan oleh terapis. Treatment dianggap selesai apabila klien mampu untuk tetap tenang ketika membayangkan situasi yang sebelumnya paling menggelisahkan dan menghasilkan kecemasan.

Desensitisasi Tingkah Laku
Desensitisasi tingkah laku adalah salah satu teknik yang paling luas digunakan dalam terapi tingkah laku. Terapi ini digunakan untuk menghapus tingkah laku yang diperkuat secara negative, dan ia menyertakan pemunculan tingkah laku atau respons yang berlawanan dengan tingkah laku yang hendak dihapuskan itu.
Klien dilatih untuk santai dan mengasosiasikan keadaan santai dengan pengalaman pembangkit kecemasan yang dibayangkan atau yang divisualisasi. Situasi-situasi dihadirkan dalam suatu rangkaian dari yang sangat tidak mengancam kepada yang sangat mengancam. Tingkatan stimulus-stimulus penghasil kecemasan dipasangkan secara berulang-ulang dengan stimulus-stimulus penghasil keadaan santai sampai kaitan antara stimulus-stimulus penghasil kecemasan dan respons kecemasan itu terhapus.
Terapi ini dikembangkan oleh Wolpe (1958, 1969) dengan mengajukan argument bahwa segenap tingkah laku neurotic adalah ungkapan kecemasan dan bahwa respons kecemasan bisa dihapus oleh penemuan respons-respons yang inheren berlawanan dengan respons tersebut.

1 comment:

  1. sama seperti yg saya alami mbak..
    kalau darah menstruasi mah ga papa.. yg bikin lemes, persendian ngilu,, pusing, klo darah yg lain. sama seprti yg dicritain diatas

    ReplyDelete